kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.928.000   18.000   0,94%
  • USD/IDR 16.237   -59,00   -0,36%
  • IDX 7.204   -18,09   -0,25%
  • KOMPAS100 1.050   -5,82   -0,55%
  • LQ45 808   -2,58   -0,32%
  • ISSI 232   -0,90   -0,38%
  • IDX30 419   -2,36   -0,56%
  • IDXHIDIV20 491   -2,76   -0,56%
  • IDX80 118   -0,50   -0,42%
  • IDXV30 119   -1,87   -1,54%
  • IDXQ30 135   -0,26   -0,19%

Membedah Manfaat Skema Co-Payment Asuransi Kesehatan


Rabu, 11 Juni 2025 / 12:43 WIB
 Membedah Manfaat Skema Co-Payment Asuransi Kesehatan
ILUSTRASI. Peraturan Baru; Suasan pelayanan di sebuah rumah sakit di Jakarta, Rabu (5/6/2025). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan surat edaran tentang Produk Asuransi Kesehatan yang mengharuskan adanya pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung atau peserta paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim dengan batas maksimum untuk rawat jalan sebesar Rp 300.000 dan maksimal sebesar Rp 3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim. KONTAN/Baihaki/5/6/2025


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis aturan baru untuk produk asuransi melalui Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025 yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2026. 

Penerapan skema co-payment menjadi poin utama dalam SEOJK 7/2025, yang mengatur pembagian risiko pembiayaan layanan kesehatan antara perusahaan asuransi dan nasabah. 

Melalui skema ini, pemegang polis diwajibkan menanggung 10% dari total klaim, dengan batas maksimal Rp300.000 untuk rawat jalan dan Rp3.000.000 untuk rawat inap. Ketentuan ini tidak berlaku untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.

Baca Juga: Skema Co-Payment Diwajibkan, Ciputra Life Yakin Premi Bisa Lebih Murah

Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai skema ini tidak merugikan masyarakat selama dibarengi peningkatan pelayanan klaim dan penurunan premi sebagai kompensasi. Ia menyebut co-payment dapat mengurangi klaim berlebih (overutilization) dan meminimalkan potensi fraud yang melibatkan berbagai pihak, termasuk rumah sakit dan pasien.

“Selama ini banyak penyalahgunaan dengan dalih adanya asuransi. Co-payment menjadi kendali risiko sekaligus mendorong efisiensi,” ujar Irvan, Selasa (10/6).

Menurutnya, skema ini tak akan menurunkan minat masyarakat, karena inflasi medis jauh lebih tinggi dari besaran co-payment dan BPJS bukan alternatif yang sepadan karena penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Ia juga menekankan pentingnya edukasi kepada nasabah bahwa co-payment hanya dikenakan saat klaim terjadi, berbeda dengan premi yang bersifat tetap.

“Ini untuk menjaga sustainability asuransi dalam memberi pelayanan kepada nasabah. Karena premi bersifat biaya tetap, sedangkan co payment bersifat variable cost hanya saat terjadi klaim saja,” imbuh Irvan. 

Baca Juga: Soal Penerapan Co-payment, AAJI Imbau Perusahaan Asuransi Jiwa Lakukan Hal Ini

Senada, Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, menyebut co-payment penting untuk menahan lonjakan premi. Tanpa skema ini, kenaikan biaya kesehatan akan terus mendorong premi naik, yang pada akhirnya justru memberatkan masyarakat.

“Kita percaya apa yang terjadi belakangan ini memberatkan masyarakat. Klaim naik itu pasti memberatkan kami yang pada akhirnya akan memberatkan masyarakat ketika harus membayar klaim ini,” papar Budi.

Selanjutnya: Catat Link Download SPTJM dan Jadwal Pendaftaran SPMB Jabar 2025

Menarik Dibaca: 12 Ciri-Ciri Terkena Penyakit Diabetes di Usia Muda yang Paling Umum

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×