Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Nina Dwiantika
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di era bisnis berkelanjutan, aliran kredit perbankan tak boleh asal mengalir. Bank wajib mengawal penyaluran kredit ke arah berbasis lingkungan, sosial, dan tata kelola atawa environmental, social, and governance (ESG). Dengan begitu, sektor perbankan turut ikut mewujudkan komitmen net zero emission (NZE) pemerintah pada 2060.
PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk, salah satu bank yang berkomitmen menyalurkan kredit ke segmen ESG. Hingga September 2023, total penyaluran kredit ESG bank pelat merah ini mencapai Rp 750,9 triliun atau berkontribusi 66,1% terhadap total kredit mereka. Sepanjang 2020 hingga 2023, porsi kredit berkelanjutan BRI masih stabil di angka 60%-an.
Kredit ESG BRI terdiri dari penyaluran ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencapai Rp 669,1 triliun, serta kegiatan usaha berwawasan lingkungan (KUBL) sebesar Rp 81,8 triliun. Di antaranya ke sektor pengelolaan sumber daya alam hayati dan penggunaan lahan yang berkelanjutan senilai Rp 51,5 triliun, sektor transportasi ramah lingkungan Rp 12,9 triliun, sektor energi terbarukan Rp 12,9 triliun, dan sektor lain Rp 11,4 triliun.
Penerapan prinsip ESG dalam kegiatan bisnis BRI, memang salah satunya melalui penyaluran kredit ke kegiatan usaha berkelanjutan. Kategori kegiatan ini mengacu pada Kriteria Kegiatan Usaha Berkelanjutan sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51 Tahun 2017 dan POJK Nomor 60 Tahun 2017.
Direktur Kepatuhan BRI Ahmad Solichin Lutfiyanto menyatakan, salah satu bentuk komitmen banknya untuk terus mengembangkan bisnis berbasis ESG adalah dengan menerbitkan kebijakan penyaluran kredit berkelanjutan. Contoh, BRI memiliki kebijakan kredit sektoral berbasis berkelanjutan, yakni pada sektor kelapa sawit dan sektor pulp and paper.
Khusus untuk kredit ke sektor sawit, ada sederet syarat yang harus BRI penuhi sebelum memberikan fasilitas ini kepada debitur. Sebut saja, pelaku usaha kelapa sawit tidak melakukan praktik deforestasi termasuk pembukaan lahan dan tak ada eksploitasi lahan.
Kemudian, perusahaan sawit yang menjadi debitur wajib punya izin pengelolaan lingkungan hidup, antara lain upaya pengelolaan lingkungan hidup, memiliki atau dalam proses memperoleh sertifikasi ISPO/RSPO, serta mendapat predikat hijau dari peringkat proper.
Saat ini, kredit BRI ke sektor sawit baru memiliki porsi 6,9%. Fasilitas ini terdiri dari pembiayaan perkebunan sawit 68,8%, industri sawit 24,5%, serta perdagangan sawit 7,0%.
Sementara pemberian kredit ke sektor pulp and paper, BRI berkomitmen tidak memberikan pinjaman ke pelaku usaha yang melakukan praktik deforestasi, termasuk pembukaan dan eksploitasi lahan. Lalu, punya sertifikasi Sistem Penjaminan Legalitas Kayu Indonesia dan penilaian konservasi tinggi atau stok karbon tinggi.
Kontribusi kredit ESG ke sektor pulp and paper baru 1,3% per September 2023. Perinciannya, kredit sektor ini mengalir ke kegiatan industri 85%, publikasi dan percetakan 14,2% serta perdagangan 0,8%.
Untuk debitur di luar kedua sektor tersebut, Solichin menyebutkan, BRI juga telah menerbitkan pedoman penyaluran kredit berbasis keberlanjutan yang mereka sebut Sustainbility Linked Loan (SLL). Melalui SLL, bank BUMN yang identik dengan wong cilik ini mendorong nasabah bisa memiliki KPI berbasis ESG yang dapat terukur dan ambisius. Ini akan berdampak pada insentif yang akan diberikan kepada nasabah pada fasilitas kredit yang mereka terima, ucap Solichin.
Dari penyaluran kredit berkelanjutan tersebut, menurutnya, aspek sosial masih mendominasi. Tapi, BRI terus berkomitmen memperbesar portofolio hijau. Untuk komitmen, kami siap jangka menengah dan jangka panjang, terang dia.
Tak bisa dipungkiri, saat ini, secara jumlah, UMKM masih mendominasi usaha di Indonesia. Sehingga, BRI tetap komitmen dan fokus pada pembiayaan segmen ini. Apalagi, sektor UMKM masih menjadi tulang punggung pembiayaan dan pendapatan laba mereka.
Nah, untuk mengejar kredit berbasis lingkungan, sebisa mungkin, dari hulu ke hilir BRI mengalirkan pembiayaan hijau dari sumber pendanaan hijau. Sejak 2019 hingga 2023, mereka berkomitmen menghimpun dana berbasis ESG. Di 2019, misalnya, BRI melakukan penghimpunan dana berbasis ESG melalui penerbitan sustainability bond senilai US$ 500 juta. Sedang hingga 2022 lalu, dana yang terhimpun dari penerbitan sustainability bond mengalir dalam bentuk kredit ke sektor hijau sebesar 25,7% dan sektor sosial mencapai 74,3%.
Usaha itu terus berjalan. Di 2022 lalu, BRI menerbitkan green bond berkelanjutan I tahap I senilai Rp 5 triliun. Sebanyak 80% mengalir ke Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan dan 20% ke sektor sosial.
Dukungan ke debitur
Solichin menyampaikan, BRI melakukan serangkaian penawaran umum obligasi berwawasan lingkungan berkelanjutan I tahap II tahun 2023 senilai Rp 6 triliun. Surat berharga ini merupakan bagian dari penawaran umum green bond berkelanjutan I yang membidik dana total sebesar Rp 15 triliun.
Sejatinya, BRI tidak sendiri dalam mewujudkan ekonomi berkelanjutan. Untuk itu, sebagai bank yang fokus ke UMKM, selain melalui kegiatan pembiayaan, mereka juga memberikan dukungan non-finansial dalam bentuk customer and community empowerment.
Ambil contoh, Program Desa BRILian yang bertujuan untuk menciptakan teladan dalam upaya pengembangan desa secara kolaboratif berbasis pada Sustainable Development Goals (SDGs). Bank yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham BBRI ini bekerjasama dengan BUMDes untuk meningkatkan jumlah Agen BRILink maupun Agen Umi.
Lalu, ada Program Klasterku Hidupku yang merupakan pola pendekatan pemasaran kepada komunitas mikro. Caranya, membentuk kelompok-kelompok yang BRI sebut Klaster Usaha. Ada juga LinkUMKM. BRI membangun sebuah platform daring terpadu untuk memberdayakan para pelaku usaha mikro dan kecil, serta mendampingi mereka dalam menjalankan aktivitas bisnis melalui pelatihan gratis dan memasarkan produk
Itu sebabnya, BRI memiliki PARI, platform jual beli online bagi nasabah ultramikro dan UMKM. Komoditas yang diperjualbelikan di PARI terutama pertanian dan peternakan.
Harapannya, semua usaha berkelanjutan tersebut terus bertambah. Tentu, mengarah pada upaya BRI mengurangi emisi lewat pembiayaan berkelanjutan. Fokusnya pada sektor UMKM dan sektor hijau.
Reza Priyambada, pengamat pasar modal, menilai, tren penerapan ESG meningkat pesat dalam lima tahun terakhir, baik dari sisi emiten maupun investor. Hal ini utamanya di level investor institusi.
Nah, perusahaan yang menaruh perhatian pada aspek ESG serta punya misi bisnis berkelanjutan, artinya tidak hanya mementingkan profitabilitas saja. Lazimnya, perusahaan tersebut akan memikirkan seberapa besar manfaat yang mereka berikan kepada lingkungan dan masyarakat sekitar, hingga patuh terhadap tata kelola yang baik.
Saat ini, investor yang menaruh perhatian besar terhadap ESG, menurut dia, kebanyakan institusi asing. Soalnya, perusahaan di negara-negara maju telah lebih dulu fokus pada ekonomi berkelanjutan.
Kendati demikian, Reza bilang, investor ritel nantinya juga akan mempertimbangkan aspek ESG, sebelum menaruh uangnya di suatu perusahaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News