kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menyimak kesiapan spin off dari unit usaha syariah perbankan


Senin, 16 September 2019 / 18:46 WIB
Menyimak kesiapan spin off dari unit usaha syariah perbankan


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Unit Usaha Syariah (UUS) perbankan masih butuh proses panjang untuk bisa melakukan spin off menjadi Badan Usaha Syariah (BUS). Hanya beberapa saja yang selama ini menyatakan sudah siap melakukan spin off sebelum tahun 2023.

Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada sebanyak 12 dari 20 UUS yang ada saat ini tidak bisa memenuhi persyaratan (eligible) untuk menjadi entitas yang berdiri sendiri. Selusin UUS tersebut merupakan unit bisnis Bank Pembangunan Daerah (BPD). 

Baca Juga: Jaring nasabah mahasiswa, CIMB Niaga luncurkan Lounge @Campus di ITB

Sementara berdasarkan Peraturan Bank Indonesia 11/10/PBI/2009, seluruh UUS sudah harus menjadi BUS pada tahun 2023. Tidak eligible karena untuk jadi BUS lantaran kemampuan induknya melakukan penyertaan modal terbatas.

PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) merupakan satu-satunya bank daerah yang belakang menyebutkan kesiapan untuk melakukan spin off unit syariahnya. Namun, rencana perseroan memandirikan unit usahanya akhir tahun ini diputuskan untuk ditunda.

Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha mengatakan, penundaan dilakukan agar aset dan kinerja UUS perseroan tumbuh lebih besar dulu. "Ditunda dengan harapan aset dan labanya lebih tinggi dulu. Rencana suntikan modal dari Pemerintah Provinsi juga ditunda tahun ini," katanya pada Kontan.co.id, Senin (16/9).

Bank Jatim telah melakukan injeksi modal terhadap bakal calon anak usahanya itu sebesar Rp 500 miliar pada awal tahun 2019. Lalu rencananya akan ada penyertaan modal ke BUS tersebut dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama sebesar Rp 525 miliar agar bisa menjadi bank BUKU II dengan modal inti minimal Rp 1 triliun.

Baca Juga: KNKS sebut e-commerce dan fintech sebagai penguat ekonomi digital syariah

Namun dalam peta biru yang sudah dirancang bersama antara Bank Jatim dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pemprov akan menyuntikkan modal sekitar Rp 252 miliar atau Rp 300 miliar di bulan Juni 2019 mendatang. 

Setelah selesai, sisanya akan dibayarkan di bulan Oktober atau paling lambat bulan November tahun ini. Penundaan tersebut belum diputuskan sampai kapan. "Tiap tahun akan dipresentasikan ke pemprov dulu," ujar Ferdian.

Per Agustus, total aset Bank Jatim Syariah mencapai Rp 2,2 triliun dengan laba bersih Rp 6,4 miliar. Hingga akhir tahun, aset ditargetkan bisa mencapai Rp 2.5 triliun dengan laba bersih Rp 10 miliar. Sedangkan tahun depan, aset dan laba ditargetkan masing-masing Rp 3,5 triliun dan Rp 20 miliar

Sementara Bank Sumsel Babel (BSB) masih terus melakukan kajian dengan pihak independen sekaligus memetakan bisnis model yang akan ditempuh bila memutuskan spin off

Baca Juga: Optimalkan pemasaran keagenan, Pegadaian gandeng Bank Mandiri

"Namun sampai saat ini, pemegang saham belum memutuskan untuk memilih antara spin off dan konversi karena masih dalam kajian." kata Direktur Pemasaran BSB, Antonius Prabowo Argo.

Antonius bilang, pihaknya tidak ingin terburu-buru dalam menetapkan pilihan. Sementara terkait usulan Asbanda untuk melakukan merger UUS bank daerah, dia bilang, belum ada pembahasan lebih lanjut lantaran belum ada kesepakatan bersama secara resmi dari pemegang saham masing-masing BPD.

Per 13 September 2019, total aset UUS BSB sudah mencapai Rp 2,96 triliun dan sampai akhir tahun ditargetkan bisa mencapai Rp 3,15 triliun.

Adapun Bank CIMB Niaga tengah mempersiapkan spin off unit usaha syariahnya pada 2022 akhir atau awal 2023. Direktur CIMB Niaga Syariah, Pandji P Djajanegara sebelumnya mengatakan, CIMB Niaga Syariah menjadi bank BUKU III pada saat jadi BUS nantinya.

Baca Juga: Kantongi sertifikat DSN MUI, LinkAja syariah tunggu izin BI

Permodalan CIMB Niaga Syariah nantinya tidak membutuhkan suntikan modal dari induknya lantaran per Maret 2019 modal dalam tanda kutip sudah mencapai Rp 3,75 triliun. 

Untuk mencapai Rp 5 triliunan akan mengandalkan perolehan laba. Sepanjang semester I 2019, UUS ini telah mencatatkan laba bersih Rp 536,3 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×