Reporter: Ferry Saputra | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permasalahan gagal bayar fintech peer to peer (P2P) lending PT Modal Rakyat Indonesia tampaknya makin melebar. Pendanaan yang diberikan Modal Rakyat kepada borrower kini menjadi sorotan. Modal Rakyat terpantau sempat menyalurkan pendanaan kepada borrower melebihi batas maksimum ketentuan Rp 2 miliar.
Berdasarkan keterangan Sumber Kontan.co.id dan dari sejumlah data yang diperoleh, Modal Rakyat pernah menyalurkan pendanaan untuk satu borrower mencapai Rp 3 miliar.
Sumber Kontan menyebut, Modal Rakyat pernah menyalurkan dua pendanaan dengan jangka waktu berdekatan, totalnya senilai Rp 3 miliar kepada borrower yang merupakan perusahaan di bidang pertanian, yakni PT BATS. Adapun pendanaan tersebut berjenis produk invoice.
Pendanaan kepada PT BATS tersebut hanya dilakukan dalam selang waktu 9 hari. Tercatat, pendanaan pertama yang disalurkan Modal Rakyat kepada BATS pada 17 April 2023 sebesar Rp 1 miliar, disusul pendanaan kedua sebesar Rp 2 miliar pada 26 April 2023.
"Baru tahu ketika mengecek pendanaan terdapat dua transaksi dengan nama borrower yang sama. Jumlahnya melebihi Rp 2 miliar dan itu hanya selang 9 hari saja," kata sumber Kontan.
Baca Juga: Modal Rakyat Danai Lebih dari Aturan
Sumber Kontan meyakini, pinjaman pertama belum dikembalikan sepenuhnya oleh BATS, begitu juga dengan pinjaman yang kedua. Hal itu terlihat dari status transaksi pendanaan keduanya yang gagal bayar.
Dalam data transaksi lender yang diperoleh Kontan, tercatat kedua pendanaan tersebut menerapkan bunga efektif 12,75% dengan durasi 90 hari. Adapun pengembalian pokok dan bunga tertulis hingga akhir tenor, dengan durasi keterlambatan selama 3 hari.
Tercatat juga kedua pendanaan tersebut tertulis di-cover asuransi. Namun, dalam detail transaksi, tak jelas asuransi apa yang diterapkan untuk kedua pendanaan itu.
Atas gagal bayar tersebut, Modal Rakyat bisa menawarkan beberapa opsi kepada lender, seperti restrukturisasi dan memberikan klaim asuransi sebagai mitigasi risiko gagal bayar. Tetapi berdasarkan salah satu transaksi pendanaan lender yang disalurkan senilai Rp 30 juta, terlihat uang yang dikembalikan kurang dari Rp 1 juta berasal dari klaim asuransi.
Baca Juga: Tingkat Risiko Kredit Macet Fintech P2P Lending Naik pada Januari 2024
Sumber Kontan mengatakan pemberitahuan soal persetujuan klaim asuransi juga dilakukan dalam waktu singkat dan menggunakan cara voting. Sumber Kontan menyatakan setelah berstatus gagal bayar atau lewat 90 hari, Modal Rakyat kemudian menawarkan skema klaim asuransi via email.
Disebutkan apabila lender tak ikut voting, maka lender dianggap setuju untuk dananya dikembalikan melalui skema klaim asuransi. Tak perlu waktu lama, pengembalian lewat skema asuransi diterapkan dan langsung ditransfer ke rekening lender.
Adapun bukti lainnya sesuai email dari Modal Rakyat, menunjukkan bahwa skema asuransi yang diterapkan ternyata adalah ASO Wallet. Padahal, lender meyakini bahwa asuransi yang diterapkan adalah asuransi kredit, yang telah ditawarkan Modal Rakyat pengembalian pendanaan lewat klaim sebesar 70%-95%.
Terungkap juga, seusai memberikan klaim asuransi, nominal yang diberikan menggunakan skema baru, yang mana tidak diinformasikan kepada lender pada awal pendanaan. Adapun jumlah klaim asuransi yang diterima diketahui merupakan akumulasi dari biaya asuransi yang dibayarkan lender pada setiap pendanaannya.
Baca Juga: AFPI Sebut Batas Maksimum Pendanaan Fintech Lending ke Borrower Sebesar Rp 2 Miliar
Oleh karena itu, setiap lender mendapatkan nominal yang berbeda sesuai jumlah akumulasi biaya asuransi yang mereka bayarkan sebelumnya. Sebagai contoh, berdasarkan informasi dari Sumber Kontan pendanaan dengan nominal Rp 100 juta, mendapatkan pengembalian asuransi sebesar Rp 3 juta, sedangkan lender lain dengan pendanaan Rp 20 juta tidak mendapatkan pengembalian asuransi sama sekali karena saldonya sudah pernah digunakan sebelumnya. Sumber Kontan menyebut hal itu tidak sejalan dengan konsep asuransi, yang mana skema asuransi ASO hanya dapat diterapkan pada asuransi kesehatan.
Seusai memberikan klaim asuransi yang minim tersebut, Modal Rakyat lalu menginformasikan kedua pendanaan untuk PT BATS harus write-off.
"Kami ingin memberitahukan bahwa pembayaran asuransi dua pendanaan ke PT BATS telah dilakukan. Silakan dilakukan pengecekan kembali terkait nominalnya. Dana klaim asuransi tersebut mengurangi beban pokok pendanaan. Dengan diterimanya klaim asuransi, maka pendanaan tersebut akan dicatat sebagai write-off dalam sistem PT Modal Rakyat Indonesia sesuai dengan ketentuan SEOJK Nomor 19/06/2023. Demikian, informasi yang dapat kami sampaikan," tulis Modal Rakyat dalam e-mail.
Baca Juga: Ini Industri yang Berpotensi Memaksimalkan Penggunaan AI
Mengenai aturan pendanaan kepada borrower, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan sampai saat ini batas maksimal pendanaan masih tetap Rp 2 miliar.
"Kalau memang ada yang lebih dari itu, akan ada peringatan dan sanksi," kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (5/3).
Sementara itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyampaikan batas maksimum penyaluran pendanaan oleh platform fintech peer to peer (P2P) lending kepada setiap borrower hanya sebesar Rp 2 miliar.
Director of Corporate Communication AFPI Andriansyah Tauladan menyampaikan hal tersebut sudah tercantum dalam POJK Nomor 10/2022 Pasal 26, bahwa batas maksimum pendanaan kepada setiap penerima dana sebesar Rp 2 miliar.
"Artinya, praktik pinjaman melebihi Rp 2 miliar, semisal Rp 3 miliar, tidak diperkenankan dan tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku," ungkapnya kepada Kontan, Selasa (5/3).
Baca Juga: OJK Mencabut Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha BNPL Akulaku Finance
Andriansyah mengatakan AFPI mengimbau agar setiap fintech P2P lending melakukan penegakan evaluasi risiko individu dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Untuk sistem pendanaan yang benar, dia bilang platform fintech lending biasanya melakukan analisis risiko yang cermat terhadap setiap borrower. Selain itu, memastikan bahwa pendanaan diberikan secara bertanggung jawab dan meminimalkan risiko bagi para pendana atau lender.
"Kesesuaian dengan standar non performing loan (NPL) dan kepatuhan terhadap suku bunga juga merupakan prioritas. Bersama OJK, AFPI berkomitmen untuk disiplin reaksi yang tegas terhadap anggota dan mitra yang tidak mematuhi standar tersebut, serta mendukung pengawasan yang efektif dalam industri fintech lending," kata Andriansyah.
Baca Juga: OJK Beri Sanksi 9 Perusahaan Pembiayaan dan 34 Fintech Lending pada Februari 2024
Hal yang sama juga diutarakan Kahumas AFPI Kuseryansyah. Dia menyebut meminjam lebih dari Rp 2 miliar di satu platform yang sama itu tidak diperbolehkan sesuai aturan yang ada. Dia mengatakan aturan tersebut sudah berlaku sejak 2016.
Menurut aturan invoice atau tagihan, selama borrower itu mengembalikan dana, kemudian meminjam lagi sesuai dana yang dikembalikan itu boleh. Asal, tak melebihi batas atas Rp 2 miliar.
"Misal, kalau memang meminjam dahulu Rp 2 miliar, kemudian dibayar Rp 500 juta, itu bisa meminjam lagi Rp 500 juta di platform yang sama. Yang jelas tidak boleh di atas Rp 2 miliar. Contoh lain, misal ada 2 transaksi dalam satu perusahaan biasanya akan dilihat dahulu, yang jelas maksimum Rp 2 miliar. Misal, transaksi pertama Rp 1 miliar, lalu kedua Rp 2 miliar, itu enggak bisa," kata dia, Selasa (5/3).
Menurut Kuseryansyah, jika ada yang melanggar, yang berwenang tentu OJK dan sudah punya ketentuannya.
Baca Juga: Outstanding Pembiayaan Fintech P2P Lending Capai Rp 60,42 Triliun pada Januari 2024
Group CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan juga sempat menyampaikan peraturan pendanaan maksimum kepada borrower itu maksimal Rp 2 miliar. Dia juga mengatakan aturan tersebut sudah berlaku sejak 2016.
"Kalau satu borrower, maksimal pendanaan Rp 2 miliar. Terpenting, pada prinsipnya harus diasesmen kemampuan bayarnya. Kalau melanggar, pasti akan diberikan sanksi oleh OJK," ujarnya kepada Kontan.
Jika menilik Pasal 26 POJK Nomor 10 Tahun 2022, tertera mengenai aturan batas maksimum pendanaan. Dalam ayat 3, tertera batas maksimum pendanaan kepada setiap Penerima Dana sebesar Rp 2 miliar. Tercantum, penyelenggara yang melanggar Pasal 26 bisa dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, atau pencabutan izin.
Adapun pertanyaan seputar pendanaan telah disampaikan Kontan kepada pihak Modal Rakyat. Namun, Modal Rakyat belum merespons soal pertanyaan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News