Reporter: Roy Franedya, Mona Tobing, Nurul Kolbi |
Pengaturan ulang bisnis kartu kredit menimbulkan harapan baru tentang perlakuan adil terhadap para nasabah. Setelah beleid ini terbit, bank tidak bisa lagi seenak jidat menetapkan bunga tinggi dan mempraktikkan perhitungan bak lintah darat. Kini semua ada batasannya
Andaikan pemilik kartu kredit disiplin melunasi tagihan sebelum jatuh tempo, sengketa mereka dengan perbankan mungkin tidak terlalu marak. Tapi, sebagian besar masyarakat kita terlanjur mempersepsikan kartu kredit sebagai kartu utang, bukan untuk memudahkan pembayaran. Para nasabah semacam ini kerap membiarkan utang menumpuk.
Di sisi lain, bank senang dengan perilaku nasabah seperti itu. Maklum, pendapatan bunga dari mereka bakal terus membumbung. Semakin besar tunggakan, total tagihan semakin menggunung.
Bank bisa seperti ini karena menerapkan metode penghitungan bunga berbunga atau compounding interest. Makanya, ada sejumlah bank yang sengaja merahasiakan ketentuan ini ke nasabah mereka. Nasabah baru ngeh ketika angka tagihan mencekik leher. Tak heran, dari total pengaduan nasabah ke Bank Indonesia (BI), kasus kartu kredit selalu mendominasi.
Bunga majemuk
Sebelum mengerti metode perhitungan bunga berbunga, kita perlu memahami dulu penghitungan bunga kredit secara sederhana. Dari sini akan terlihat jelas perbandingannya.
Bunga sederhana merupakan hasil dari pokok utang, suku bunga per periode, dan lamanya waktu peminjaman. Misalnya, Anda berutang Rp 10 juta dengan bunga 4% per bulan, jadi bunganya Rp 400.000. Jika bulan berikutnya Anda tidak mencicil sebagian utang tersebut, tagihan bunga tetap sama, Rp 400.000. Dalam setahun atau 12 bulan, bunganya Rp 4,8 juta atau Rp 14,8 juta plus pokok utang.
Jika menggunakan metode bunga berbunga, dengan asumsi nilai utang dan besaran bunga sama, hasil akhirnya akan berbeda. Pada tunggakan pertama, Anda harus menanggung bunga Rp 400.000 atau Rp 10,4 juta plus pokok utang. Tapi pada bulan berikut, bunga yang mesti Anda bayar bukan Rp 400.000, melainkan Rp 416.000.
Angka tersebut muncul karena faktor pengali sudah berbeda. Sebab, ketika bank menghitung bunga, pokok utang anda bukan lagi Rp 10 juta, melainkan Rp 10,4 juta, akumuliasi saldo sebelumnya. Pada bulan ketiga, bunga kredit bertambah menjadi Rp 432.640.
Nilai pokok utang berubah terus setiap akhir periode dengan penambahan perhitungan bunga. Jadi, semakin besar tunggakan, semakin besar total saldo utang yang Anda tanggung.
Bank penerbit kartu kredit tidak puas dengan metode itu. Bank juga mengenakan bunga atas biaya meterai, biaya adminitrasi dan biaya keterlamabatan atau penalti. Jadi, nasabah juga menanggung bunga atas biaya lain-lain, di luar kewajibannya.
Menjengkelkan? Inilah fakta, yang menyebabkan nasabah seperti almarhum Irzen Octa, pemilik kartu kredit Citibank shock, begitu tahu tagihan utangnya melonjak dua kali lipat dari utang pokok Rp 40 juta.
Sumber KONTAN di BI memastikan, mayoritas bank mempraktikkan metode ini. Belum lagi metode penghitungan bunga atas transaksi gesek tunai, lebih jelimet lagi. "Tapi ada juga yang fair. Mereka hanya mengenakan bunga atas pokok utang," katanya, pekan lalu.
Dia mengakui, hal ini marak karena BI tidak memiliki standar baku dan komponen apa saja yang boleh dikenakan bunga. "Draftnya belum final, kami belum bisa mendetailkan mana yang boleh dan mana yang haram terkena bunga," katanya lagi.
Sejauh ini, regulator baru bisa memastikan larangan memasukkan biaya meterai dan administrasi dalam komponen bunga. "Nanti kami juga mempertegas mulai kapan bank berhak mengenakan bunga atas tagihan,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Sistem Pembayaran BI, Ronald Waas mengatakan, bank tidak sekadar memperbaiki metode penghitungan bunga. Mereka juga wajib menjelaskan metodenya ke nasabah, lengkap dengan simulasi. Sehingga, tak ada lagi nasabah yang merasa tidak paham konsekuensi menggesek kartu kredit.
Dalam memantau kepatuhan bank, Ronald akan mengikutsertakan pegawai di direktoratnya dalam pengawasan bank. "Kami juga berharap partisipasi nasabah," katanya. Jika pada 2013 masih ada bank yang mempraktikkan bunga berbunga, nasabah bisa melapor ke lembaga mediasi perbankan di BI.
Karena PBI belum terbit, Steve Marta, General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) enggan berspekulasi soal bunga berbunga. "Saya belum paham persepsi BI tentang bunga berbunga seperti apa," kata Steve, (14/11).
Menurut dia, selama ini bank menerapkan bunga secara wajar. "Kalau ada bunga berbunga, regulator memang harus mengatur dan menindak," kata Steve. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News