Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center, Christiantoko menyebut maraknya penggunaan layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater berpotensi menjadi ancaman serius bagi masyarakat, terutama dalam mengakses subsidi dari pemerintah, seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi.
Ia mengingatkan bahwa kenikmatan sesaat dari layanan paylater dapat menimbulkan dampak jangka panjang yang merugikan. Jika pengguna tidak mampu membayar tepat waktu, catatan kredit mereka akan memburuk dan tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini dapat membuat mereka kehilangan kesempatan memperoleh berbagai program bantuan pemerintah.
“Kondisi ini sering kali tidak disadari oleh masyarakat. Akibat nikmat paylater yang sesaat bahkan sedikit, bisa kehilangan manfaat yang jauh lebih besar,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (9/6/2025).
Baca Juga: Produk Paylater Bank Semakin Berkembang pada April 2025, Ini Pendorongnya
Peringatan ini muncul seiring lonjakan penyaluran paylater yang dilaporkan oleh OJK. Per April 2025, total outstanding paylater yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan mencapai Rp 8,24 triliun, naik 47,11% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Namun, di balik pertumbuhan itu, risiko gagal bayar juga meningkat. Rasio pembiayaan bermasalah (non-performing financing atau NPF) BNPL tercatat sebesar 3,78%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 3,48%.
Christiantoko menyebutkan bahwa kenaikan NPF menunjukkan melemahnya kemampuan bayar masyarakat. Jika tidak diantisipasi, hal ini bisa mengganggu akses masyarakat terhadap layanan pembiayaan penting, termasuk program KPR subsidi.
Dalam APBN 2025, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp18,8 triliun untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), yang ditargetkan menyasar 220 ribu unit rumah. Program ini menawarkan suku bunga tetap sebesar 5% sepanjang masa kredit, jauh di bawah suku bunga pasar yang bisa mencapai 12,5%.
“Masyarakat yang punya masalah pada kredit paylater tidak akan bisa menikmati dana subsidi itu, hanya gara-gara kenikmatan sesaat dari paylater,” katanya.
Baca Juga: NPF Paylater Naik Jadi 3,78% di April 2025, Celios: Lampu Kuning bagi Industri
Selain FLPP, program subsidi lainnya seperti Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) juga mewajibkan kondisi kredit yang sehat. Jika skor kredit seseorang masuk kategori macet (kolektibilitas 5), maka hampir mustahil bagi mereka untuk mengakses fasilitas pembiayaan dari lembaga keuangan.
Christiantoko pun mendorong OJK dan pemerintah untuk meningkatkan edukasi kepada masyarakat mengenai dampak jangka panjang dari penggunaan paylater secara berlebihan.
“Memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang dampak buruk dari candu paylater ini juga penting dilakukan oleh OJK dan pemerintah agar masyarakat paham potensi kehilangan manfaat yang besar dari subsidi,” pungkasnya.
Baca Juga: Permintaan Tinggi Bikin Pembiayaan Paylater Multifinance Tumbuh Mekar
Selanjutnya: Setelah Ketegangan Panjang, Boeing Akhirnya Kembali ke Langit China
Menarik Dibaca: Harga Emas Dunia Menguji Naik Setelah Tergelincir Dua Hari
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News