Reporter: Nadya Zahira | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tren pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) multifinance terus mengalami pemburukan hingga mencapai 2,96% per Januari 2025. Hal itu membuat perusahaan multifinance meningkatkan porsi pencadangan di tahun ini.
Menanggapi hal tersebut, PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) menyampaikan bahwa sampai dengan Januari 2025, angka NPF CNAF masih terjaga dengan baik di angka 0,93%.
Presiden Direktur CNAF, Ristiawan Suherman CNAF juga mengatakan bahwa perusahaan berhasil menekan rasio angka NPF di level 1,27% per Februari 2025. Namun, angka ini naik jika dibandingkan Januari 2025.
“Tapi angka tersebut jauh di bawah tren industri multifinance yang sebesar 2,96% di bulan Januari 2025,” kata Ristiawan kepada Kontan, Kamis (6/3).
Baca Juga: Penyaluran Pembiayaan Kendaraan Listrik CNAF Capai Rp 79,22 Miliar pada Januari 2025
Lebih lanjut, Ristiawan mengatakan dengan buruknya NPFmultifinance secara industri tentu perusahaan harus meningkatkan porsi pecadangan pada tahun 2025. Namun, dia menuturkan untuk pencadangan di CNAF akan naik seiring dengan pertumbuhan dan kualitas portofolio.
“Untuk prediksi kenaikan pecadangan CNAF di sekitar 7% dari total pembiayaan,” kata Ristiawan kepada Kontan, Kamis (6/3).
Rustiawan menambahkan, dengan melakukan pecadangan tak berdampak pada laba perusahaan. Hingga saat ini, CNAF masih optimis untuk mencapai target laba sebelum pajak (PBT) tahun 2025 sebesar Rp 550 miliar.
“Dan peningkatan pencadangan CNAF akan ditopang dengan pertumbuhan pendapatan pembiayaan dari pertumbuhan portofolio perusahaan,” kata dia.
Untuk tahun 2025 ini, Ristiawan bilang, CNAF optimis dapat mencapai target NPF 2025 yakni di bawah 1%. Adapun strategi perusahaan dalam menjaga angka NPF CNAF tersebut yakni dengan terus mengedepankan prinsip kehati-hatian dan menerapkan metode risk based pricing, di mana penentuan suku bunga berdasarkan tingkat risiko nasabah.
“Kemudian, CNAF secara aktif mengimbau debitur untuk melakukan pembayaran angsuran lebih awal melalui fasilitas WA dan telephone. CNAF juga memanfaatkan digitalisasi seperti teknologi telephone yang menggunakan suara robot,” ungkapnya.
Baca Juga: NPL Kredit Rumah Tangga Naik, Begini Situasi di Sejumlah Bank Tanah Air
Selaras dengan hal ini, Mandiri Utama Finance (MUF) mengatakan bahwa perusahaan terus mencermati dampak memburuknya NPF multifinance secara industri, terhadap kualitas portofolio dan kebijakan pencadangan.
“Tapi saat ini, rasio NPF MUF masih berada dalam tingkat yang terkendali, sehingga peningkatan pencadangan dapat dilakukan secara terukur sesuai dengan profil risiko yang ada,” kata Head of Corporate Secretary & Legal Mandiri Utama Finance kepada Kontan, Kamis (6/3).
Lebih jauh lagi, Elisabeth mengatakan, kebijakan pencadangan perusahaan dilakukan secara terukur, sehingga MUF tetap dapat menjaga kestabilan kinerja profitabilitas. Ditambah, MUF terus mengoptimalkan strategi pengelolaan risiko kredit agar keseimbangan antara pertumbuhan bisnis dan mitigasi risiko dapat terjaga dengan baik.
Elisabeth menyebutkan, hingga Februari 2025, rasio NPF netto MUF tercatat sebesar 1,0%. Hal ini mencerminkan manajemen risiko yang tetap terjaga dengan baik di tengah dinamika industri.
Untuk menekan peningkatan NPF di 2025, MUF terus menerapkan berbagai strategi di antaranya yaitu, mempertajam pola kerja dan supervisi manajemen risiko, meningkatkan efektivitas strategi collection, serta memberikan edukasi keuangan kepada konsumen.
“Selain itu, kami juga terus memperkuat sinergi dengan Bank Mandiri dan BSI untuk mengoptimalkan captive market yang berkualitas baik,” tandasnya.
Selanjutnya: Epiwalk Mall Bertransformasi Jadi Epiwalk Lifestyle, Okupansi Capai 70%
Menarik Dibaca: Jaga Kebugaran Saat Puasa, Ini Tips Diet Tanpa Nyeri Lambung dari Lighthouse
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News