Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kredit korporasi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) jadi biang keladi membesarnya rasio kredit macet kotor alias non performing loan (NPL) gross perseroan sepanjang tahun lalu.
Tahun lalu, secara individual, rasionya mencapai 2,62%, meningkat 46 bps (yoy) dibandingkan akhir 2018 sebesar 2,16%. Sementara pertumbuhan kredit perseroan tercatat 7,6% (yoy) menjadi Rp 859,55 triliun.
Baca Juga: Laba BRI (BBRI) tembus Rp 34,4 triliun di 2019, naik 6,15%
“Penyumbang utama NPL memang dari segmen korporasi, tapi kami akan mulai konsolidasi menurunkan porsinya, dan meningkatkan portofolio di mikro, dan UMKM,” kata Direktur Utama BRI Sunarso di Jakarta, Kamis (23/1).
Dari presentasi perseroan, kredit korporasi perseroan tahun lalu mencatat NPL gross hingga 8,76%, meningkat 327 bps (yoy) dibandingkan akhir 2018 lalu sebesar 5,49%.
Padahal pertumbuhan kredit korporasi perseroan justru tercatat negatif 0,74% (yoy). Dari Rp 192,45 triliun pada 2018 menjadi Rp 191,02 triliun pada 2019. Artinya ada senilai Rp 16,73 triliun dari penyaluran kredit korporasi BRI yang tersendat.
“Tahun lalu kami juga sudah melakukan pencadangan dengan rasio 153,64% dari NPL. Tahun ini diharapkan dengan mengandalkan pertumbuhan di segmen mikro, kualitas kredit makin terjaga sehingga rasio pencadangannya bisa berkurang,” lanjut Sunarso.
Baca Juga: Bank jumbo tak berminat konsolidasi
Sepanjang tahun lalu, BRI juga tercatat telah merestrukturisasi kredit senilai Rp 51,9 triliun atau setara 6,0% dari total kredit. Adapun tahun ini, rasio NPL perseroan ditargetkan bisa ditekan hingga 2,5%.
Sementara Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo menambahkan akibat bengkaknya kredit macet perseroan, rasio rentabilitas perseroan juga ikut merosot. Marjin bunga bersih perseroan misalnya tercatat jatuh dalam sebesar 47 bps (yoy), dari 7,45% pada akhir 2018 menjadi 6,98% tahun lalu.
Ini pula yang bikin laba bersih perseroan tumbuh tak mumpuni. Secara individual, BRI raih laba bersih Rp 34,02 triliun dengan pertumbuhan 7,3% (yoy).
Baca Juga: Heboh korban virus corona di Gedung BRI, ini kata Menkes
Sedangkan secara konsolidasian, pertumbuhannya bahkan lebih kecil sebesar 6,1% (yoy) menjadi Rp 34,41 triliun pada 2019
“Pertumbuhan laba sebesar 6,1% terutama akibat pertumbuhan kredit yang relatif rendah, kemudian NPL juga meningkat, serta beban pencadangan yang tinggi, ini yang membuat NIM tergerus. Tahun ini target NIM di kisaran 6,9%-7,0%,” katanya dalam kesempatan serupa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News