Reporter: Dessy Rosalina, Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan
BIMA. Kelesuan ekonomi berimbas buruk bagi industri perbankan. Tak hanya membuat pertumbuhan kredit melambat. Rasio kredit bermasalah atawa non performing loan (NPL) pun berisiko meningkat.
Bahkan, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Irwan Lubis mengungkapkan, satu bank kini masuk kategori bank dalam pengawasan intensif OJK gara-gara NPL bank itu melejit.
OJK tak menyebut identitas bank tersebut. Hanya saja, bani itu masuk golongan bank umum kegiatan usaha (BUKU) I. "Bank ini masuk pengawasan intensif karena NPL-nya di atas ketentuan, atau di atas 5%," kata Irwan di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (8/6). Akibat NPL membengkak, modal bank juga tergerus di bawah ketentuan.
OJK sudah meminta bank tersebut untuk menekan NPL dan menambah modal. Berdasarkan hitungan OJK, dengan kenaikan NPL 3%, maka rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) minimum yang seharusnya 8% ditambah menjadi 11%.
CAR bank itu sempat di bawah 11%, namun kini sudah kembali mencukupi karena baru diinjeksi modal senilai Rp 100 miliar. "Tapi statusnya masih di pengawasan intensif karena kami tunggu perkembangan NPL," jelas Irwan.
Asal tahu saja, bank yang masuk kategori pengawasan intensif adalah bank bermasalah yang berpotensi membahayakan kelangsungan usaha. Di tahap ini, OJK meminta bank melaporkan hal-hal tertentu secara berkala, sekaligus memerintahkan bank melakukan tindakan strategis, semisal suntikan modal tambahan dan mengganti manajemen bank.
OJK pun meminta Bank untuk menyusun rencana tindakan sesuai permasalahan yang dihadapi. Dus menempatkan pengawas apabila diperlukan.
Bank lain perbaiki diri
Meski bukan katagori bank yang dimaksud OJK, Bank Pembangunan Daerah (BPD) DKI Jakarta juga tengah terkendala dengan persoalan NPL dan berupaya keras memperbaiki kondisi ini. Sebab, Bank DKI mencatat kenaikan NPL gross menjadi 4,81% per kuartal I–2015 dari setahun lalu di 2,65%. NPL net pun melonjak menjadi 3% dari sebelumnya 1,58%.
“Kenaikan kredit macet ini berasal dari kredit korporasi dan komersial,” ungkap Eko Budiwiyono, Direktur Utama Bank DKI Jakarta. Eko mengaku telah menyusun sejumlah rencana untuk memperbaiki NPL seperti membentuk tim task force dan menambah pencadangan atau provisi.
Bank DKI juga mempercepat penjualan atau lelang jaminan untuk kredit non produktif dan kredit produktif yang tidak dapat direstrukturisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News