kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

NPL merangkak naik, perbankan mulai mewaspadai ancaman kredit macet


Selasa, 01 Oktober 2019 / 22:05 WIB
NPL merangkak naik, perbankan mulai mewaspadai ancaman kredit macet
ILUSTRASI. Logo Bank Central Asia


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perbankan mesti mulai mewaspadai ancaman kredit macet. Per Agustus 2019 lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terjadi peningkatan rasio non performing loan (NPL) gross dari Juli 2019 sebesar 2,55% menjadi 2,60% pada Agustus 2019.

Kasus kredit macet misalnya yang terjadi pada Duniatex Group, maupun sejumlah korporasi yang punya tagihan utang menggunung macam PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) jadi indikasinya.

Kasus Duniatex Group bahkan kini telah masuk ranah hukum. Perusahaan tekstil yang berbasis di Jawa Tengah ini tercatat punya utang senilai Rp 18,61 triliun yang berasal dari 24 pinjaman bilateral dari bank, tiga utang sindikasi, dan satu utang obligasi.

Baca Juga: Pemain multifinance belum berniat terbitkan surat berharga komersil

Lembaga keuangan pelat merah beserta entitas anaknya jadi pihak yang terancam. Utang Dunaitex Group tercatat mencapai Rp 7,05 triliun kepada tujuh lembaga keuangan pelat merah.

Sementara Krakatau Steel yang Senin (30/9) kemarin baru saja menandatangai perjanjian restrukturisasi utang kepada para krediturnya hingga Juni 2019 tercatat punya utang secara konsolidasian senilai US$ 2,07 miliar. Dari nilai tersebut lembaga keuangan pelat merah juga jadi pihak dengan paparan kredit yang paling besar senilai US$ 1,33 miliar.

Direktur Bisnis Korporasi PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI, anggota indeks Kompas100) Putrama Wahju Setyawan menyatakan, meskipun punya eksposur kredit besar ke sejumlah perusahaan tadi, ia bilang selama ini perseroan selalu melakukan mitigasi yang baik sebelum menyalurkan kredit.

“Penyaluran kredit tetap dilakukan dengan asas good corporate government (GCG). Saat ini NPL kami di segmen korporasi pun masih terbilang rendah, masih di bawah 2%,” katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (1/10).

Di Duniatex Group, bank berlogo angka 46 ini tercatat punya eksposur senilai Rp 459 miliar yang berasal dari pinjaman bilateral senilai Rp 158 miliar, dan pinjaman sindikasi senilai Rp 301 miliar. Saat ini status kredit Duniatex Group di BNI pun telah masuk ke level kolektibilitas 2 alias special mention loan.

Sedangkan di Krakatau Steel, BNI punya eksposur kredit total senilai US$ 380,12 juta. Nilai tersebut berasal dari pinjaman bilateral senilai US$ 253,11 juta, dan dua utang sindikasi masing-masing US$ 52,01 juta, dan US4 75,00 juta.

Baca Juga: Astra Life luncurkan Flexi Critical Illness di kanal digital ilovelife.co.id

Sementara Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA, anggota indeks Kompas100) Jahja Setiadmadja menyatakan pihaknya sejak awal sudah melakukan seleksi yang ketat untuk menggelontorkan kredit ke segmen korporasi.

Bank swasta terbesar ini bebas dari potensi kredit macet Duniatex lantaran tak punya eksposur kredit. Sementara kepada Krakatau Steel, Jahja mengaku eksposur kredit yang diberikan perseroan nilainya tak besar.

“Kami tidak kena kasus Duniaetex, sedangkan di Krakatau Steel kredit kami cuma sedikit dibandingkan bank lain. Saat ini NPL segmen korporasi BCA pun terhitung membaik dari 1,43% pada Semester 1-2018 menjadi 1,39% pada Semester 1-2019,” papar Jahja.

Jahja menambahkan mitigasi resiko memang jadi kunci perseroan untuk menjaga kualitas kreditnya. BCA tak sembarang memberikan kredit kepada korporasi. Jika memang dari penilaian perseroan sebuah korporasi dinilai tak baik bisnisnya, maka perseroan juga tak akan memberikan kredit.

Meski demikian, BCA sejatinya sempat ikut terseret kasus fraud yang dilakukan oleh PT Sunprima Nusantara Pembiayaan alias SNP Finance. Perseroan tercatat menyalurkan kredit senilai Rp 210 miliar, kreditur kedua terbesar setelah PT Bank Mendiri Tbk (BMRI, anggota indeks Kompas100) yang punya eksposur hingga Rp 1,4 triliun.

Sementara itu Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma menilai saat ini sejatinya mitigasi resiko yang dilakukan perbankan sudah cukup baik. Pun ia menilai perlambatan pertumbuhan kredit yang belakangan terjadi bukan disebabkan oleh langkah bank yang mengerem kredit.

Baca Juga: Gelar RUPSLB, Bank Danamon rombak susunan pengurus

Sebagai catatan, Bank Indonesia mencatat penyaluran kredit pada bulan Agustus 2019 mencapai Rp 5.880,7 triliun dengan tumbuh 8,4% secara year on year (yoy). Capaian tersebut melambat dibandingkan Juli 2019 yang tumbuh 9,6%. Bahkan pertumbuhan kredit pada Agustus jadi yang paling rendah sepanjang 2019.

“NPL industri perbankan di kisaran 2,5% masih cukup bagus. Soal pertumbuhan kredit sendiri masalahnya terjadi akibat LDR (loan to deposit ratio) yang makin ketat di level 95%, dan menurunnya permintaan kredit dari pelaku ekonominya sendiri,” katanya kepada Kontan.co.id.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×