Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pelonggaran sejumlah aturan main belum berdampak banyak terhadap rapor kinerja perbankan. Selain permintaan kredit masih lesu, kinerja perbankan juga masih dibayangi rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) yang menanjak. Alhasil, perbankan masih harus menyisihkan dana besar di pos cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pos pencadangan perbankan masih berjalan dalam tren naik hingga akhir semester I-2016. Sebab, NPL gross masih terus mendaki.
Namun, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, kenaikan CKPN perbankan masih berada di batas normal kendati terus mendaki. “Sektor yang menyumbang kenaikan CKPN ini adalah pertambangan,” ujar Nelson kepada KONTAN (24/7).
OJK memprediksi, NPL sekaligus CKPN perbankan berpotensi menurun seiring dengan pertumbuhan permintaan kredit di semester II.
Mengutip data OJK sampai Mei 2016, CKPN perbankan meningkat 37,38% menjadi Rp 130,34 triliun secara tahunan (year on year/yoy). Pencadangan yang dibentuk ini sejalan dengan kenaikan NPL sebesar 20,37 basis poin (bps) menjadi 3,11%.
Antisipasi NPL
Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Haru Koesmahargyo mengatakan, sampai semester I-2016 pencadangan BRI sebesar 150%. Besaran CKPN ini menanjak 900 basis points (bps) dari tahun sebelumnya.
“Kami menambah pencadangan ini untuk mengantisipasi kenaikan NPL,” ujar Haru. Total dana CKPN BRI mencapai Rp 18,65 triliun.
Bank lain juga masih menggemukkan pos pencadangan. PT Bank OCBC NISP Tbk misalnya. Parwati Surjaudaja, Direktur Utama Bank OCBC NISP, mengatakan, sampai semester I 2016, pencadangan OCBC NISP naik signifikan ketimbang tahun 2015.
“Namun secara umum NPL kami masih terkendali di bawah 2% sebelum pencadangan," ujar Parwati enggan merinci. Parwati mengatakan, beberapa sektor yang masih menekan NPL adalah kredit logistik, perdagangan dan manufaktur.
Bernasib sama, Bank Negara Indonesia (BNI) pun masih menambah pos pencadangan. Hingga semester I-2016, BNI mencatatkan rasio pencadangan sebesar 142,8% atau mengalami kenaikan 400 bps secara tahunan.
Menurut Direktur Keuangan BNI Rico Rizal Budidarmo, salah satu kontributor kenaikan pencadangan BNI adalah NPL kredit sektor konsumer, usaha kecil menengah (UKM) dan korporasi.
Selain membentuk pencadangan, BNI juga melakukan hapus buku kredit sebesar Rp 1,9 triliun. Per Juni 2016, BNI mencatatkan NPL gross sebesar 3%. Secara industri, NPL gross perbankan terus menanjak. Bank kecil (BUKU II) mencatatkan NPL tertinggi atau 3,4%, naik drastis dari 2,86%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News