Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan kebijakan baru di industri fintech peer to peer (P2P) lending.
Salah satunya terkait pemberi dana (lender) yang dibedakan menjadi profesional dan non profesional. Masing-masing jenis lender tersebut juga dibatasi baik dari minimum usia, penghasilan, hingga pendanaan.
Mengenai hal itu, pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai adanya kebijakan terkait lender tersebut memang merupakan langkah untuk memberikan perlindungan kepada lender.
"Hal itu tentunya positif," ucapnya kepada Kontan, Kamis (2/1).
Baca Juga: AFPI: Aturan Baru Terkait Bunga hingga Lender akan Berdampak bagi Fintech Lending
Meskipun demikian, Nailul beranggapan adanya pembatasan lender non profesional, terkhusus individu, akan membuat platform pinjaman daring atau fintech lending akan menarik lebih banyak lagi lender dari perbankan.
Di sisi lain, perbankan pun terbatas dan tidak mempunyai dana yang cukup untuk memberikan pendanaan ke banyak fintech lending.
"Hal itu membuat platform yang gagal akses ke perbankan bisa terancam kinerjanya. Kemampuan platform fintech lending kecil untuk menyalurkan pinjaman akhirnya juga menjadi terbatas," ujarnya.
Selain itu, Nailul beranggapan ruh dari fintech P2P lending atau pinjaman daring bisa luntur karena adanya pembatasan lender individu. Sebab, selama ini pendanaan industri fintech lending juga diwarnai peran dari lender individu,
Oleh karena itu, dia mengatakan lebih tepatnya perlu adanya dorongan terkait literasi dan inklusi investor untuk bisa mengenali profil risiko mereka. Nailul menyebut hal itu yang seharusnya diupayakan regulator, selain dari sisi pembatasan lender profesional dan non profesional.
Sebelumnya, Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Ismail Riyadi menerangkan yang termasuk pemberi dana atau lender profesional, yaitu lembaga jasa keuangan, perusahaan berbadan hukum Indonesia/asing, serta orang perseorangan dalam negeri (residen) yang memiliki penghasilan di atas Rp 500 juta per tahun dengan maksimum penempatan dana sebesar 20% dari total penghasilan per tahun pada 1 penyelenggara fintech lending.
Baca Juga: Rincian Aturan dan Suku Bunga Baru Fintech Lending, Berlaku 1 Januari 2025
"Lender profesional lainnya, yakni orang perseorangan luar negeri (non residen), pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau pemerintah asing, serta organisasi multilateral," tuturnya.
Lebih lanjut, Ismail menyampaikan lender non profesional yang dimaksud, yaitu orang perseorangan dalam negeri (residen) yang memiliki penghasilan setara atau di bawah Rp 500 juta per tahun, dengan maksimum penempatan dana sebesar 10% dari total penghasilan per tahun pada 1 penyelenggara fintech lending. Porsi nominal outstanding pendanaan oleh lender non profesional dibandingkan total nominal outstanding pendanaan maksimum sebesar 20% yang berlaku paling lambat 1 Januari 2028.
Sementara itu, batas usia minimum lender adalah 18 tahun atau telah menikah. Adapun kewajiban pemenuhan atas persyaratan/kriteria lender dimaksud efektif berlaku terhadap akuisisi lender baru dan/atau perpanjangan, paling lambat 1 Januari 2027.
Selanjutnya: Sistem Bayar Nirsentuh Multi Lane Free Flow Ditargetkan Terpasang Kuartal I-2025
Menarik Dibaca: Miss V Sehat Seperti Apa? Ini 4 Tanda Miss V Sehat yang Harus Moms Tahu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News