Reporter: Adrianus Octaviano, Lailatul Anisah | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) melakukan akuisisi PT Bank Commonwealth, dampak adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan Bank Commonwealth tampaknya tak terhindarkan. Regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun turut buka suara.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae bilang bahwa terkait hal tersebut sejatinya merupakan bagian dari bisnis. Di mana, proses pengalihan seperti merger memang bukan sesuatu yang sederhana dilakukan.
“Saya kira itu hanya tinggal negosiasi lah,” ujar Dian, Senin (30/7).
Lebih lanjut, Dian menjelaskan bahwa ada beberapa kondisi yang menyebabkan adanya PHK ketika sebuah bank melakukan merger. Di antaranya adalah perbedaan remunerasi yang ada di antara bank sebelum penggabungan dan bank setelah penggabungan.
Tak hanya itu, perbedaan kultur korporasi dari masing-masing bank juga bisa menjadi alasan adanya PHK tersebut. Namun, untuk saat ini, Dian bilang melihat kasus terkait karyawan Bank Commonwealth ini belum merupakan sesuatu yang serius.
Baca Juga: Menelisik Penyebab PHK di Industri Perbankan
“Tentu saja nanti bila dirasa perlu nanti kita juga mungkin akan informasikan,” ujarnya.
Sebelumnya, Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) yang merupakan induk serikat pekerja Bank Commonwealth, telah berdiskusi dengan manajemen bank. Dalam diskusi tersebut, diputuskan bahwa karyawan yang terkena PHK akan mendapatkan kompensasi berupa uang pesangon.
Namun, kompensasi ini akan diambil dari Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang merupakan hak karyawan sejak lama sebelum adanya keputusan akuisisi.
Keputusan manajemen untuk menggabungkan DPLK dengan uang pesangon ini dianggap merugikan para pekerja, meskipun hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2021.
Presiden Dewan Eksekutif Nasional OPSI Saepul Tavip menegaskan bahwa jika DPLK ingin dijadikan bagian dari pembayaran uang pesangon, perhitungannya harus dimulai dari tahun 2021 sejak aturan tersebut diterbitkan.
"Itupun tidak termasuk dana pengembangannya, karena berdasarkan PP No 35 Tahun 2021, hanya iuran yang diperhitungkan, tidak termasuk dana hasil pengembangannya," katanya.
Ia juga menyoroti besaran upah karyawan yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan hak-hak lainnya yang tidak memasukkan komponen tunjangan tetap, bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News