kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OJK: Kenaikan NPF lebih banyak dikontribusi oleh penurunan permintaan pembiayaan


Selasa, 20 Juli 2021 / 19:07 WIB
OJK: Kenaikan NPF lebih banyak dikontribusi oleh penurunan permintaan pembiayaan
ILUSTRASI. Pejalan kaki melintas dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta . KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga Mei 2021, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, rasio kredit bermasalah atawa non performing financing (NPF) industri multifinance menyentuh level 4,05%. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan bulan April dan Februari 2021 yang masing-masing sebesar 3,88% dan 3,93%. Catatan ini menjadi rekor tertinggi NPF sepanjang 2021.

Menurut Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang W Budiawan, data sampai dengan bulan Mei 2021 menunjukkan tren kenaikan NPF sejalan dengan tekanan akibat pandemi covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda berakhir.

"Industri pembiayaan masih dapat mengelola kenaikan NPF tersebut yang didukung dengan buffer permodalan yang cukup memadai. Kenaikan NPF ini lebih banyak dikontribusi oleh penurunan new booking yang sangat signifikan akibat rendahnya permintaan pembiayaan dan di saat yang bersamaan kolektibilitas pembiayaan mengalami tekanan cukup berat akibat penurunan kemampuan debitur untuk melakukan angsuran, terutama debitur yang bekerja di sektor informal," jelas Bambang kepada Kontan.co.id, Senin (19/7).

Bambang mengungkapkan, pandemi Covid-19 menyebabkan menurunnya kemampuan membayar debitur sehingga banyak debitur meminta restrukturisasi kepada Perusahaan Pembiayaan (PP). Debitur-debitur restrukturisasi dampak covid-19 saat ini masih dilaporkan lancar sejalan dengan POJK 58/2020 yang memberikan kebijakan relaksasi sebagai countercyclical dampak covid-19.

Baca Juga: Kredit Bermasalah Multifinance Terseret Akun Restrukturisasi

"Portofolio debitur restrukturisasi dampak Covid-19 perlu terus dimonitor dan dikelola dengan baik, serta diantisipasi dampak terburuk yang mungkin terjadi terhadap PP saat kebijakan countercyclical berakhir," katanya.

Hingga Juni 2021, OJK mencatat restrukturisasi multifinance mencapai 5,75 juta kontrak dengan nilai outstanding pokok sebesar Rp 180,92 triliun dengan bunga capai Rp 48,87 triliun. 

Dari total jumlah itu, kontrak yang disetujui hanya 5,13 juta kontrak dengan total outstanding pokok Rp 164,42 triliun dan bunga Rp 44,76 triliun.

Bambang menuturkan, dalam rangka menekan nilai NPF, upaya-upaya yang dapat dilakukan yaitu, fokus melakukan intensifikasi proses penagihan dalam rangka mengamankan aset perusahaan dengan selalu memperhatikan norma-norma dan peraturan perundanga-undangan yang berlaku, melakukan monitoring ketat atas pelaksanaan restrukturisasi covid-19, sehingga ketika POJK relaksasi berakhir, tidak terdapat kenaikan nilai NPF secara signifikan.

Selain itu, melakukan mitigasi atas kenaikan risiko kredit pada saat pandemi ini antara lain penyaluran pembiayaan yang lebih prudent dan pembentukan pencadangan yang cukup, memanfaatkan waktu PPKM dengan melakukan pengembangan kualitas SDM melalui pelatihan webinar, melakukan inovasi dalam proses penyaluran pembiayaan dengan memanfaatkan teknologi digital sehingga dapat bersaing dengan industri jasa keuangan lain.

Baca Juga: NPF Naik, Multifinance Hapus Buku Utang

OJK menilai adanya PSBB dan/atau PPKM merupakan blessing in disguise dalam mempercepat digitalisasi proses bisnis perusahaan pembiayaan. Terakhir yaitu, meningkatkan pengelolaan manajemen risiko antara lain dengan melakukan monitoring yang lebih ketat atas piutang-piutang debitur yang direstrukturisasi.

"Kami semua berharap agar pandemi Covid-19 dapat segera teratasi dan perekonomian nasional dapat berangsur pulih kembali, sehingga NPF dapat dikelola lebih baik dan dapat kembali pada posisi sebelum terjadinya pandemi covid-19. Semakin lama pandemi berlangsung, maka semakin besar kemungkinan NPF Perusahaan Pembiayaan naik," ujar Bambang.

Walaupun demikian, kata Bambang OJK tetap melakukan monitoring ketat atas pergerakan kondisi NPF perusahaan antara lain memberikan supervisory letter setiap bulan kepada perusahaan yang mengalami penurunuan penyaluran pembiayaan atau kenaikan NPF agar perusahaan tersebut mengambil langkah-langkah mitigasi yang diperlukan. 
Selain itu, OJK tetap terus melakukan kajian apakah kebijakan countercyclical yang diberikan dalam POJK 58/2020 perlu diperpanjang atau tidak.

Selanjutnya: Ini 6 tantangan yang harus dihadapi industri multifinance

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×