kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.839   -99,00   -0,63%
  • IDX 7.462   -30,39   -0,41%
  • KOMPAS100 1.155   -4,60   -0,40%
  • LQ45 914   -6,43   -0,70%
  • ISSI 227   0,61   0,27%
  • IDX30 470   -4,56   -0,96%
  • IDXHIDIV20 567   -5,69   -0,99%
  • IDX80 132   -0,48   -0,36%
  • IDXV30 141   0,34   0,24%
  • IDXQ30 157   -1,24   -0,78%

OJK perlu sederhanakan izin bancassurance


Sabtu, 11 Agustus 2012 / 08:38 WIB
ILUSTRASI. Tanoto Foundationmendonasikan 500 ton oksigen untuk membantu memenuhi kebutuhan oksigen bagi pasien Covid-19 di Indonesia


Reporter: Feri Kristianto | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Industri perasuransian berharap banyak kepada otoritas jasa keuangan (OJK). Mereka meminta OJK menyederhanakan perizinan produk yang melibatkan bank, agar tidak lagi tumpang tindih seperti sekarang.

Sejumlah asosiasi asuransi menyampaikan permintaan tersebut saat sosialisasi dengan Dewan Komisioner OJK. Kornelius Simanjuntak, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), mengatakan pihaknya menyampaikan usulan soal perizinan produk bancassurance, kapasitas perusahaan reasuransi, investasi asuransi asing serta pusat data asuransi.

Namun yang paling mendesak saat ini adalah bancassurance. Maklum, selama ini untuk mengantongi izin bancassurance, perusahaan asuransi harus mengajukan permohonan ke Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). "Karena sekarang ada OJK, tidak perlu lagi, dong, harus ke BI," kata Kornelius, Kamis (9/8).

Menurut Kornelius, proses yang berjalan saat ini tidak efisien. Perusahaan asuransi harus meminta izin dobel. Pertama ke Bapepam-LK, kemudian meminta izin lagi ke BI. Seolah-olah izin dari Bapepam-LK tidak punya greget. Selain itu, pemahaman tentang bancassurance antara dua lembaga ini berbeda. Makanya industri merasa sudah seharusnya perizinan dalam satu pintu di OJK. "Mengapa urgen, supaya tidak ada distorsi," ungkap Kornelius.

Benny Waworuntu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), berharap OJK menjadi jawaban bagi persoalan ini. "Intinya kami meminta ada sinergi di OJK," jelas Benny.

Saat ini potensi kerja sama asuransi dengan bank sangat besar. Berdasarkan data AAJI, pada kuartal I 2012, kontribusi jalur bancassurance mencapai Rp 9,2 triliun atau 37,8% dari total premi. Angka ini mendekati kontribusi jalur keagenan sebesar Rp 10,2 triliun atau 41,9% dari total perolehan premi. Sedangkan lini lain seperti direct marketing dan telemarketing Rp 4,9 triliun alias 20,1%. Total perolehan premi asuransi jiwa Rp 24,3 triliun, tumbuh 14,1%.

Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Bidang Lembaga Keuangan Non-Bank Dewan Komisioner OJK siap menampung semua usulan. Soal bancassurance, pihaknya berupaya mencari solusi terbaik. "Dilihat dulu seperti apa persoalannya," jawabnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×