Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menunda ketentuan yang terdapat dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan yang seharusnya efektif berlaku 1 Januari 2026. Penundaan tersebut seiring dengan adanya penyusunan Peraturan OJK (POJK) tentang Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan.
Menanggapi hal itu, Pengamat Asuransi sekaligus Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI) Wahyudin Rahman menilai langkah OJK menunda ketentuan dalam SEOJK 7/2025 dan menyusunnya menjadi POJK cukup tepat. Dia bilang ada beberapa alasan yang melatarbelakangi hal itu.
Salah satunya, yakni OJK dinilai belum meminta masukan dari masyarakat, walaupun sudah beberapa kali meminta masukan asosiasi dan perusahaan asuransi.
Baca Juga: OJK Resmi Tunda Ketentuan dalam SEOJK Terkait Produk Asuransi Kesehatan
"Selain itu, ketentuan yang diatur dalam SEOJK tidak memiliki daya ikat (payung hukum) yang sekuat POJK. Ditambah, banyak aspek dalam SEOJK 7/2025 yang membutuhkan kejelasan lebih lanjut, seperti soal mekanisme co-payment, pengelolaan biaya medis, pengaturan peran third party administrator, hingga transparansi manfaat," ujarnya kepada Kontan, Jumat (4/7).
Lebih lanjut, Wahyudin menerangkan ketentuan co-payment tidak perlu dihapus, tetapi perlu diatur secara proporsional dan fleksibel. Menurutnya, mekanisme co-payment adalah salah satu instrumen penting untuk mengendalikan moral hazard baik dari sisi peserta maupun penyedia layanan kesehatan, sekaligus mendorong konsumen lebih bijak dalam memanfaatkan layanan medis.
"Solusinya adalah penyesuaian tarif co-payment secara segmented, misalnya berdasarkan jenis perawatan, kelas layanan, atau tipe peserta baik individu atau korporasi," tuturnya.
Selain itu, Wahyudin berpendapat regulasi perlu mengatur kewajiban perusahaan asuransi untuk menjelaskan skema co-payment secara transparan di awal polis. Sebab, banyak keluhan peserta muncul karena mereka tidak memahami apa yang ditanggung dan berapa yang harus dibayar, termasuk mekanisme klaimnya.
Sebelumnya, Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Ismail Riyadi mengatakan langkah penyusunan POJK baru itu dilakukan sebagai tindak lanjut Rapat Kerja OJK dengan Komisi XI DPR RI pada 30 Juni 2025.
Baca Juga: OJK Tunda Co-Payment Asuransi Kesehatan, AAUI Tekankan Pentingnya Fleksibilitas
Dia juga menyampaikan penyusunan POJK tersebut juga akan dikonsultasikan dengan Komisi XI DPR RI. Adapun ketentuan mengenai penguatan ekosistem asuransi kesehatan nantinya akan berlaku secara efektif dengan diterbitkannya POJK tersebut.
"Dengan demikian, dapat memberikan dasar hukum yang lebih kuat dan cakupan pengaturan yang lebih menyeluruh," ucapnya dalam keterangan resmi, Kamis (3/7).
Ismail menambahkan penyusunan POJK tersebut bertujuan untuk memastikan penerapan tata kelola dan prinsip kehati-hatian yang lebih baik dalam penyelenggaraan produk asuransi kesehatan. Pada saat yang sama, dia bilang POJK itu juga diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi seluruh pihak di dalam ekosistem asuransi kesehatan, mulai dari masyarakat sebagai pemegang polis/tertanggung, perusahaan asuransi, dan fasilitas layanan kesehatan.
"OJK juga akan terus memperkuat koordinasi dan komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan ekosistem asuransi kesehatan yang adil, transparan, dan tumbuh secara berkelanjutan," kata Ismail.
Selanjutnya: Kimia Farma (KAEF) Luncurkan Injeksi Penghilang Nyeri Produksi Lokal
Menarik Dibaca: Promo Boombastrip 7.7 Trip.com Beri Diskon hingga Rp 1 juta untuk Tiket Pesawat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News