Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tegas semprit perbankan yang tidak mengutamakan kehati-hatian dalam menjalankan bisnis. Kasus pembobolan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) yang membuat total dana milik nasabah BTN raib sebesar Rp 258 miliar disebut melanggar standar operasional prosedur (SOP) dalam mencari sumber dana simpanan.
Irwan Lubis, Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan III OJK mengatakan, BTN telah mendapatkan sederet sanksi antara lain dilarang melayani pembukaan semua jenis rekening baru untuk tabungan, giro dan deposito. Juga dilarang memanfaatkan tenaga alih daya hingga OJK dan juga melarang BTN untuk membuka kantor cabang baru sampai risiko operasional kembali normal.
“Hukuman berat ini agar ada efek jera bagi bank tersebut,” kata Irwan, kepada KONTAN, Rabu (22/3). Pengawas perbankan ini meminta kepada BTN untuk membentuk tindakan supervisi dan memberikan waktu satu tahun bagi bank berpelat merah ini dalam memperbaiki kualitas internal, bisnis proses dan risiko operasional.
Jika dalam waktu kurang satu tahun BTN telah memperbaiki kualitas internal, bisnis proses dan risiko operasional maka OJK akan mencabut sanksi-sanksi tersebut. Namun, OJK akan tetap mengawasi pergerakan bisnis BTN sampai benar-benar bersih dari tindakan kejahatan perbankan yang merugikan.
Irwan bilang, terkait kasus fraud yang juga melibatkan orang dalam ini, BTN itu tidak tertib dalam menjalankan bisnis. Misalnya, BTN memanfaatkan tenaga pihak ketiga atau alih daya dalam menjaring dana simpanan. Padahal dalam proses menempatan deposito, nasabah harus datang ke kantor dan tatap muka dengan petugas kantor untuk memperoleh data. “Bukan menggunakan tenaga perantara,” ungkapnya.
Ke depan, OJK akan terus berkoordinasi dengan tim pengawas perbankan. Jangan sampai kasus ini terulang atau dicontoh oleh perbankan lain. Sejauh ini, Irwan bilang, pengawas perbankan tidak melihat ada bank-bank lain yang melakukan praktek seperti BTN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News