Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi corona membuat bisnis fintech peer to peer (P2P) lending melesat. Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran pinjaman via fintech P2P lending mencapai Rp 155,9 triliun sepanjang tahun lalu. Nilai itu tumbuh 91,3% year on year (yoy) dibandingkan tahun 2019 sebanyak Rp 81,49 triliun.
Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech OJK Munawar Kasan menyebutkan, pinjaman tersebut lebih banyak di salurkan kepada pelaku UMKM. Berdasarkan data asosiasi, dalam 6 bulan terakhir sebanyak 90% pinjaman di bawah Rp 1 juta.
“Artinya pinjaman ini untuk segmen kecil. Kami mendorong kontribusi P2P ini lebih besar lagi. Target borrower (peminjam) baru itu sangat tinggi sampai 8 juta bahkan lebih di 2021,” ujar Munawar dalam diskusi secara virtual pada Kamis (28/1).
Baca Juga: Pinjaman fintech lending melesat 91,3% jadi Rp 155,9 triliun sepanjang tahun 2020
Ia mengatakan, angka tersebut, merupakan orang-orang baru yang sebelumnya belum menggunakan finetch lending. Lebih jelas, ia menyebut sebagai orang-orang yang mungkin belum mendapatkan akses bank.
“Sebagian besar orang yang belum bersentuhan dengan akses keuangan. Kami dari OJK mau menggenjot di sektor produktif, kami mau sektor UMKM itu lebih banyak lagi. Kita melihat bahwa nilai tambahnya lebih tinggi,” kata Munawar.
Cermati modus fintech ilegal
Menurutnya, fintech masuk ke Indonesia bertujuan untuk membantu masyarakat yang kesulitan mengakses keuangan. Sayangnya, muncul fintech ilegal yang merugikan.
“Masyarakat banyak tidak bisa membedakan aman yang legal dan ilegal. Padahal sangat mudah. Ada Satgas Waspada Investasi (SWI) yang tergabung 13 kementerian dan lembaga, sudah ada 2.923 finetch ilegal yang ditutup. Padahal ada yang legal itu sebanyak 148 penyelenggara,” jelasnya.
Baca Juga: Awas, pinjol ilegal punya sejumlah modus baru untuk mencari mangsa
Satgas Waspada Investasi (SWI) berhasil menemukan 1.026 entitas P2P lending ilegal sepanjang 2020. Ketua SWI Tongam L Tobing membeberkan beberapa modus baru yang digunakan pinjaman online ilegal.
Pertama, oknum P2P lending ilegal mengirimkan uang tanpa ada pengajuan pinjaman ke rekening orang yang sudah mengunduh aplikasi dan mengisi data diri serta nomor rekening.
Kedua, pelaku fintech lending ilegal mengirimkan SMS kepada pihak-pihak tertentu yang berisi bahwa permohonan pengajuan pinjamannya telah disetujui disertai dengan link unduh aplikasi.
“Padahal yang bersangkutan belum pernah mengunduh aplikasinya dan mengajukan. Ketiga, beberapa oknum peminjam sengaja mencari fintech lending ilegal dengan membuat grup di media sosial yang berisi link unduhnya,” ujar Tongam kepada Kontan.co.id pada Rabu (27/1).
Tongam menyatakan, penyebab utama P2P lending bandel muncul karena mudahnya bagi pelaku untuk membuat aplikasi, situs, ataupun web. Rendahnya tingkat literasi masyarakat dan kerap mengalami kesulitan keuangan turut memperparah keadaan.
Hal ini membuat masyarakat tidak melakukan pengecekan legalitas P2P lending tempat meminjam. Sisi lain, kebutuhan uang membuat kecenderungan tidak dipikir secara matang. Juga ada yang terjebak pada satu pinjaman lalu mencari pinjaman lain alias gali lobang tutup lobang.
“Beberapa situs atau aplikasi fintech P2P lending dibuat oleh pihak yang sama. Misalnya aplikasi sebelumnya sudah diblokir. Yang bersangkutan membuat aplikasi baru dengan nama berbeda dan kemudian meneror masyarakat dengan menyampaikan bahwa aplikasi yang lama telah berubah menjadi aplikasi baru tersebut,” katanya.
Tongam melanjutkan, asal pelaku masih belum diketahui secara pasti. Namun SWI memperoleh informasi lokasi server yang digunakan pelaku berdasarkan pantauan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Selanjutnya: Agar selamat, ini daftar terbaru fintech P2P lending yang terdaftar di OJK
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News