kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

P2P lending Alami Fintek Sharia salurkan pinjaman Rp 70 miliar per November


Selasa, 17 Desember 2019 / 15:50 WIB
P2P lending Alami Fintek Sharia salurkan pinjaman Rp 70 miliar per November
ILUSTRASI. CEO ALAMI, Dima Djani


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Alami Fintek Sharia semakin gencar menjalankan bisnis pinjam meminjam. Tercatat hingga November 2019 Alami telah menyalurkan dana sebesar Rp 70 miliar, dengan Tingkat Keberhasilan 90 (TKB90) menunjukkan di level 100%.

Guna meningkatkan pinjaman berbasis Syariah, Alami meningatkkan pengguna P2P syariah lebih berhati-hati. Mengingat munculnya korban investasi tanpa riba atau yang marak dipromosikan sebagai investasi syariah terus bergulir dengan berbagai macam versi. Kasus investasi berbalut syariah Kampoeng Kurma yang baru-baru ini terjadi cukup menyita perhatian masyarakat, termasuk para pelaku bisnis.

Baca Juga: Alami Fintek sepakati fundraising syariah empat modal ventura dari Asia Tenggara

“Tidak semua investasi syariah itu bodong, namun harus kami akui bahwa menjalankan bisnis syariah itu tidaklah mudah. Tidak sekedar memasang kata syariah atau dipromosikan oleh tokoh-tokoh Muslim lantas menjadikan bisnis apapun syariah. Harus ada penilaian dan pengakuan dari lembaga-lembaga resmi,” tutur CEO Alami, Dima Djani dalam keterangan tertulis pada Selasa (17/12).

Menurut Ia, oknum yang menggunakan emblem syariah, bebas riba dan lain sebagainya, menarget masyarakat yang tergiur dengan imbal hasil tinggi namun masih peka terhadap unsur syariat. Karenanya, penggunaan kata investasi syariah dianggap bisa memuluskan jalan dan pengambilan keputusan calon investor.

“Hal inilah yang membuat banyak masyarakat terjebak. Di satu sisi mereka ingin imbal hasil tinggi, di sisi lain ada endorsement dan iklan-iklan menarik yang menekankan kata-kata syariah. Padahal, masih banyak aspek yang harus dinilai untuk memastikan bahwa apakah penawaran tersebut betul-betul skema investasi, dan kedua, sudahkah mengikuti jalur legalitas yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Syariah Nasional-MUI,” tambah Dima.

Baca Juga: Baru terdaftar 4 bulan di OJK, fintech Alami Syariah salurkan pinjaman Rp 30 miliar

Pada kesempatan yang berbeda, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menuturkan, investasi yang membawa-bawa label agama harus dipandang dengan sangat hati-hati bagi masyarakat. Menurutnya, setiap investasi yang berspekulasi maka jatuhnya akan menjadi judi. Anwar mengingatkan Islam mengatur dengan ketat syarat jual beli, salah satunya adalah barang yang ditawarkan harus jelas bentuk dan lokasinya.

Dima Djani menyatakan khawatir bahwa dengan kasus ini, reputasi perusahaan investasi syariah yang dengan susah payah dibangun akan tercoreng.

“Perusahaan berbasis syariah memiliki tantangan sendiri dalam membangun citra positif di tengah penerimaan masyarakat Indonesia yang notabene masih belum memandang perusahaan atau instansi ekonomi syariah sebagai pilihan utama. Hal ini justru semakin membuat jalan kami makin menantang untuk melakukan edukasi dan sosialisasi terhadap layanan kami,” kata Dima.

Baca Juga: Alami berharap ada aturan yang menaungi fintech syariah

Dima berharap, perlu ada pendekatan khusus untuk mengedukasi masyarakat tentang konsep keuangan syariah, baik itu berupa simpanan maupun investasi. Masyarakat perlu memahami secara utuh pentingnya konsep syariah agar terhindar dari persoalan riba atau penetapan bunga secara sepihak.

Dalam konsep investasi, calon investor pun harus mengenal adanya praktik gharar (ketidakjelasan akad), tadlis (tidak transparan), maysir (ketidakjelasan tujuan/spekulasi), dharar (bahaya), zhulm (kerugian salah satu pihak), dan haram.

“Jadi sebelum memutuskan untuk berinvestasi, mengetahui besaran imbal hasil saja belum cukup. Masyarakat perlu dibekali dengan pemahaman bahwa setiap investasi pasti mengandung risiko,” tutur Dima.

Baca Juga: Batas modal minimal startup fintech Rp 2,5 miliar, Alami: Tidak masalah

Ia optimis perusahaan investasi berbasis syariah di Indonesia mematuhi amanat yang telah diberikan oleh investor. Isu Kampoeng Kurma baiknya dijadikan pelajaran dalam menjadi calon investor yang lebih bijaksana. Selalu pastikan perusahaan yang menawarkan produk investasi apapun telah tercatat dan terdaftar di OJK

“Pengecekan bisa dilakukan dengan mengunjungi website perusahaan atau situs resmi OJK. Setelah itu, periksa perizinan perusahaan dan kesesuaian prosedur di OJK dan DSN MUI sebagai kualifikasi kelayakan. Dan apabila terjadi kejanggalan, segera laporkan kepada OJK sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan investigasi lebih lanjut,” kata Dima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×