kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.662.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.280   55,00   0,34%
  • IDX 6.743   -132,96   -1,93%
  • KOMPAS100 996   -6,22   -0,62%
  • LQ45 785   7,24   0,93%
  • ISSI 204   -4,64   -2,22%
  • IDX30 407   4,40   1,09%
  • IDXHIDIV20 490   7,18   1,49%
  • IDX80 114   0,52   0,46%
  • IDXV30 118   0,81   0,69%
  • IDXQ30 135   1,91   1,44%

Payung Hukum Pajak untuk Syariah Terbit


Rabu, 11 Maret 2009 / 07:28 WIB
Payung Hukum Pajak untuk Syariah Terbit


Reporter: Martina Prianti |

JAKARTA. Payung hukum bagi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk tidak tebang pilih dalam menerapakan aturan perpajakan pada berbasis syariah di Indonesia terbit.

Pekan lalu, tertanggal 3 Maret 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2009 dengan tajuk Pajak Penghasilan (PPh) Atas Bidang Usaha Berbasis Syariah.

Maka mulai tahun ini, penghasilan yang di dapat dari usaha maupun transaksi berbasis syariah baik oleh wajib pajak (WP) pribadi maupun badan bakal dikenakan PP. "Prinsip pajak itu tidak membedakan jadi apapun bentuk penghasilan dari transaksi perlakuannya netral, kena PPh," ujar Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Djonifar Abdul Fatah, Selasa (10/2).

Djonifar menjelaskan, langkah pemerintah PP PPh Syariah ini sebagai bentuk aturan pelaksana yang diamanatkan Pasal 31D UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh.

Dimana pada Pasal 31D disebutkan bahwa ketentuan perpajakan bagi bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batu bara dan bidang usaha berbasis syariah diatur lebih lanjut dengan PP.

Menurut Djonifar, dengan terbitnya PP ini dapat mengikis kesan kalau pemerintah pilih kasih khususnya terhadap kegiatan ekonomis atau penghasilan yang di dapat dari kegiatan berbasis syariah. "Pokoknya, bila penghasilan di dapat dari kegiatan berbasis syariah juga kena pajak," sambungnya.

Sekedar ilustrasi, bila kegiatan usaha sebuah WP badan berbasis syariah maka PPh atas keuntungan atau laba dari usaha berbasis syariah itu akan terkena tarif PPh badan. Yaknisebesar 28% pada 2009 dan hanya sebesar 25% mulai pada 2010.

Sedang untuk orang yang menerima penghasilan dari usaha syariah, akan terkena tarif PPh pribadi mulai sebesar 5% hingga 25%, tergantung besar penghasilannya.

Praktisi Pajak Agus Susanto Lihin menilai, dengan terbitnya PP tentang PPh syariah maka tidak adak lagi daerah "abu-abu" untuk di tetapkan aturan pajak. "Dibanding UU PPh sebelumnya yakni UU 17/2000, maka UU 36/2008 memang jauh lebih jelas teramsuk soal aturan pajak dari berbasis syariah," kata dia.

Agus menjelaskan, merujuk pada Pasal 4 Ayat 1 maka setiap penghasilan atawa tambahan kecukupan ekonomis yang diterima WP baik dari dalam maupun luar negeri untuk konsumsi atau menambah kekayaannya maka dikenakan pungutan pajak. "Dengan begitu, jelas sudah kalau penghasikan dari kegiatan berbasis syariah tunduk pada aturan PPh," sambungnya.

Dengan terbitnya PP ini pula maka Ditjen Pajak mendapat sumber baru penerimaan pajak yang selama ini belum tergali lantaran tidak ada payung hukumnya. "Seharusnya memang tidak ada perlakuan khusus atau diskriminatif," tegas Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×