kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pembiayaan Capai Rp 88,4 Triliun, LPEI Perkuat Ekosistem Ekspor


Senin, 01 Agustus 2022 / 16:16 WIB
Pembiayaan Capai Rp 88,4 Triliun, LPEI Perkuat Ekosistem Ekspor
ILUSTRASI. kantor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia Eximbank). KONTAN/Baihaki/9/2/2016


Reporter: Ignatia Ivani | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sempat merugi pada tahun 2019, kini Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia EximBank perlahan-lahan menunjukkan kinerja positif dengan mencetak laba pada sebesar Rp 380 miliar pada 2021 dibandingkan tahun sebelumnya Rp 280 miliar.

Ketua Dewan Direktur & Direktur Eksekutif Rijani Tirtoso mengungkapkan kegagalan yang terdahulu menjadi LPEI bertransformasi lebih menyeluruh. Dulu, dia mengaku di masa lalu hanya berfokus secara langsung kepada eksportir. Padahal, utamanya peran LPEI harus nampak juga pada pengembangan nilai ekspor.

"Saat ini kami fokus pada ekosistemnya. Itu sebabnya untuk melaksanakan mandat ini kita harus berperilaku atau menggunakan strategi sebagai fasilitator, akselerator, agrigator, dan arranger," ujarnya pada Rabu (27/7).

Pembaharuan ini pun nampak pada pada pembiayaan LPEI yang sudah mencapai Rp 88,4 triliun per Juni 2022, dibandingkan akhir tahun 2021 yang hanya mencapai 83,9 triliun.

Baca Juga: Laba Mandala Finance Melonjak 66,33% Semester Pertama 2022

Kenaikan tersebut berkat kolaborasi LPEI dengan anggota dari ekosistem ekspor, seperti perusahaan, pemerintah, dan Kementerian yang ikut mendukung realisasi ini. Adapun dalam menjalankan mandatnya, penugasan LPEI terbagi menjadi dua yakni penugasan umum dan khusus.

Penugasan khusus dari pemerintah, LPEI diberikan mandat penugasan umumnya secara komersial dalam bidangnya seperti pembiayaan, penjaminan, asuransi, trade finance, dan termasuk jasa konsultasi. Di tengah pandemi COVID-19 dan situasi ekonomi yang tak menentu, ini menjadi tantangan bagi LPEI karena pihak debitur, eksportir, dan bank diselimuti kekhawatiran. Untungnya, masalah itu teratasi dengan adanya kerja sama dari pemerintah meski belum optimal.

"Di zaman yang seperti ini perbankan pun takut memberikan kredit, lalu pemerintah kasih target penjaminan sebesar Rp 66 triliun kalau ada masalah dengan kredit modal kerja tambahan yang diberikan oleh perbankan. Pemerintah tanggung jawab, tapi tetap mereka tidak ada yang berani dan debiturnya juga nggak mau minta," jelas Rijani.

Alhasil dari program Jaminan Pemerintah (Jaminah), mereka hanya bisa menyalurkan sebesar Rp 5,6 triliun pada tahap 1 yang dilangsungkan pada 17 Desember 2022. Sementara, saat ini outstanding-nya sudah ada Rp 4,7 triliun karena sebagian dari eksportir sudah ada yang mengangsur dengan tenor 3 tahun, jatuh tempo pada 2023.

Tak berhenti di situ, saat ini pun pemerintah akan terbitkan lagi hingga Desember 2022 dan sebagian dari anggota eksportir sudah ada yang minat. Tercatat, penjaminan juga sudah meningkat dari Rp 9,9 triliun pada 2020 menjadi Rp 13,1 triliun pada 2021.

Selain penjaminan pada April 2022 lalu, LPEI juga telah melakukan kolaborasi dengan Sarinah dalam melakukan ekspor ikan tuna ke Vietnam dengan nilai transaksi US$ 105.850. Selain itu, mereka juga telah mengekspor pesawat dari Dirgantara Indonesia ke Senegal serta bersama Industri Kereta Api (INKA), LPEI telah mengirimkan gerbong kereta api ke Bangladesh. Dan keduanya pun proses kreditnya sudah lunas.

Baca Juga: Laba Bussan Auto Finance Melonjak 37,5% pada Semester I 2022

Lebih lanjut, LPEI juga menawarkan kredit asuransi, ini mampu menutup gagal bayar dari pembeli. Jadi Rijani berharap tidak ada lagi eksportir yang takut atas persoalan tersebut.

"Walaupun bukan market tradisionalnya mereka, bukan negara yang biasa mereka kirim. Karena ada asuransinya buat eksportir aman, dari sisi bank juga berani. Jadi model yang seperti ini akan terus kita perkenalkan dengan seluruh perbankan," katanya.

Ini pun terealisasi bersamaan dengan Desa Devisa yang mengalami peningkatan signifikan menjadi 27 desa yang sebelumnya selama 10 tahun masih nol. Sedangkan, mandatnya berada di kisaran 5.000 Desa Devisa.

Kendati demikian, Rijani optimistis melalui kolaborasi kementerian, lembaga, perusahaan, dan bank bisa mendorong program tersebut dan diharapkan lebih banyak yang minat. Pasalnya, mereka yang tergabung akan diberikan sarana jasa konsultasi.

"Jasa konsultasi ini untuk business matching baik melalui pameran atau kita punya database untuk jadi calon pembeli, approach ke mereka. Bahkan juga diajarin untuk bisnis intraduction supaya si calon pembeli ini tertarik. Kita juga punya marketplace, kita sewa Alibaba mestinya kan bayar tapi kalau kita kasih gratis mereka bisa manfaatkan jual," pungkas Rijani.

Ia juga menambahkan komoditas yang tengah difokuskan dari Desa Devisa tersebut mencakup rempah, makanan dan minuman, coklat, industri kayu, fesyen, ikan dan hasil laut. Dengan begitu, tentu ini akan terus mengembangkan ekspor Indonesia.

Baca Juga: Bank Sampoerna Meraup Laba Rp 26,6 Miliar

"Kementerian Keuangan bilang profit is not our concern, tentu harus profit supaya terus berkembang. Tugasmu bukan untuk komersial, tetapi bekerjalah dengan sehat, NPL mesti terkendali. Sehingga peranan kita dalam ekonomi mesti terlihat. kita harus komunikasi dengan seluruh pihak supaya semuanya tergerak dengan bersama-sama untuk kolaborasi," jelasnya.

Targetnya, hingga akhir tahun 2022 LPEI berharap pembiayaan masih akan tumbuh lagi sekitar Rp 2 triliun - Rp 3 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×