Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fasilitas pembiayaan untuk kegiatan ekspor dan impor atau trade finance masih cukup prospektif, meski cukup banyak sentimen negatif yang memberatkan penyaluran kredit di sektor ini. Selain tren pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS), risiko perang dagang antara AS dan China juga dikhawatirkan bisa mempengaruhi kegiatan perdagangan antara negara.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kredit ekspor perbankan per Mei 2018 sebesar Rp 116,67 triliun, turun dari Mei 2017 yang sebesar Rp 122,06 triliun. Sementara kredit impor per Mei 2018 sebesar Rp 59,92 triliun, naik dari Mei 2017 yang sebesar Rp 54,47 triliun.
Henry Panjaitan, Pemimpin Divisi Internasional BNI mengatakan, volume transaksi ekspor di BNI masih naik, kendati tipis. Volume transaksi ekspor di bank berlogo angka 46 ini sampai dengan semester I-2018 naik 1,7% secara year on year (yoy). Dominasi negara tujuan ekspor masih di Asia, yakni Singapura, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan dan India.
Mengantisipasi potensi risiko perang dagang, strategi BNI antara lain melakukan program intensifikasi dan ekstensifikasi pasar. BNI juga tetap menggenjot ekspor di segmen korporasi.
Sementara Direktur Utama Bank Mayapada Hariyono Tjahjarijadi mengatakan, portofolio kredit ekspor impor Bank Mayapada terbilang kecil sehingga tidak terpengaruh oleh risiko perang dagang. "AS dan China tampaknya akan mengedepankan kesepakatan dagang ketimbang meletuskan perang dagang. Karena risiko perang dagang itu besar hingga mempengaruhi global," ujar Hariyono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News