Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Krisis industri keuangan global masih akan berlangsung hingga tahun depan. Perusahaan pembiayaan (multifinance) masih akan menanggung imbas krisis global hingga tahun depan. Pertumbuhan kredit multifinance diprediksi minus sekitar 15% sampai 20% ketimbang kinerja tahun lalu.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Dennis Firmansjah bilang, sebagian besar perusahaan multifinance bakal mengerem ekspansi pembiayaan. Alasan utama multifinance tiarap adalah memburuknya likuiditas perbankan dan melemahnya daya beli masyarakat. "Sampai tahun depan kondisi pasar pembiayaan belum menentu," kata Dennis, Ahad (9/11).
Dia mengemukakan, krisis keuangan global akan memukul hampir seluruh lini bisnis multifinance, mulai dari pembiayaan kendaraan, sewa guna usaha (leasing), anjak piutang, maupun pembiayaan kartu kredit.
Dibandingkan tahun ini, bisnis pembiayaan akan mengkerut hingga 20%. Jadi jika perusahaan multifinance A di 2008 bisa menyalurkan pinjaman Rp 100 triliun, maka tahun depan nilai pembiayaan perusahaan A bisa-bisa hanya Rp 80 triliun.
Untuk menyiasati penurunan pembiayaan, sebagian besar multifinance diperkirakan akan mengerem ekspansi, seperti menunda pembukaan cabang baru. Multifinance juga akan menyiasati likuiditas ketat. "Misalnya, sisa tagihan nasabah diputar kembali untuk pembiayaan baru dan tidak disetor langsung ke bank," tutur Dennis.
APPI memprediksi pertumbuhan kredit multifinance tahun ini masih bisa mencapai 20% atau menjadi Rp 130 triliun pada akhir tahun ini. Sampai Agustus 2008 outstanding pembiayaan mencapai Rp 128,4 triliun. Pada 2007 lalu, kucuran kredit perusahaan pembiayaan Rp 107,7 triliun.
Pengaruh bensin
Direktur Utama PT Federal International Finance (FIF) Suhartono membenarkan prediksi Dennis yang suram. "Sudah pasti, kucuran kredit tidak bakal naik," tuturnya.
Pengelola FIF pun sudah menyiapkan beberapa skenario target. Jika penjualan kendaraan bermotor dan alat berat tahun depan anjlok 20%, maka FIF hanya menargetkan penyaluran kredit Rp 12,5 triliun. Angka ini sama dengan target tahun 2008. Jika penjualan anjlok lebih dari 30%, FIF memprediksi hanya akan mengucurkan kredit Rp 10 triliun, sedikit lebih rendah dari nilai kredit FIF di 2007, yaitu Rp 10,85 triliun.
Suhartono memprediksi, krisis finansial global bakal memukul masyarakat yang tidak memiliki pendapatan tetap. "Seperti pedagang, petani komoditas dan profesi yang imbalannya harian," tutur Suhartono. Padahal segmen inilah yang banyak membeli motor atau alat berat dengan sistem kredit.
Suhartono juga menyatakan ancaman yang membayangi tahun depan adalah pendanaan. Pengelola FIF sudah menghitung, komitmen pendanaan di tahun depan kemungkinan merosot menjadi Rp 12,5 trliun dari semula Rp 15 triliun. "Yang menarik komitmen adalah perusahaan dari luar negeri," ucap Suhartono.
Penurunan harga bensin sebesar Rp 500 mulai 1 Desember 2008 nanti, dinilai Suhartono tak banyak berpengaruh terhadap penjualan motor. "Selama bunga masih tinggi, maka penjualan motor secara kredit masih tertekan," tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News