kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah anggarkan Rp 35 triliun untuk menyangga likuiditas perbankan


Selasa, 12 Mei 2020 / 12:59 WIB
Pemerintah anggarkan Rp 35 triliun untuk menyangga likuiditas perbankan
ILUSTRASI. Petugas memindahkan uang di 'cash center' Plaza Mandiri, Jakarta,


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan menyediakan pinjaman likuiditas bagi perbankan yang kesulitan likuiditas setelah melakukan restrukturisasi kredit bagi debitur yaang terdampak Covid-19. Bantuan tersebut akan diberikan lewat bank peserta atau bank jangkar.

Pemberian dukungan likuiditas tersebut telah diatur dalam dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Covid-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.

Baca Juga: Jadi bank jangkar, berikut kriteria yang harus dipenuhi

Berdasarkan draf Rapat Kerja (Raker) tertutup Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) yang dihimpun Kontan.co.id, total dana yang dianggarkan pemerintah untuk dukungan likuiditas perbankan yang ditempatkan pada bank jangkar tersebut mencapai Rp 35 triliun. 

Sementara secara total anggaran anggaran untuk program PEN dipatok sebesar Rp 318,09 triliun.

Dalam beleid PP Nomor 23 Tahun 2020 yang diteken Presiden Jokowi pada 9 Mei dan diundangkan pada 11 Mei 2020 disebutkan, minimal kriteria bank yang akan jadi bank peserta merupakan bank umum yang berbadan hukum Indonesia, beroperasi di Indonesia dan paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia. Dengan begitu, yang bisa jadi bank peserta ini tidak hanya bank BUMN saja.

Kemudian, bank perserta itu juga harus merupakan bank kategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK, termasuk dalam kategori 15 (lima belas) bank beraset terbesar. Penetapan bank jangkar ini akan ditentukan oleh Menteri Keuangan berkoordinasi dengan OJK.

Dalam pasal 11 ayat 4 PP itu dijelaskan bahwa bank yang bisa mendapatkan dana penyangga likuiditas lewat bank peserta tadi harus merupakan bank kategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK. 

Lalu bank itu juga harus memiliki SBN, Sertifikat Deposito Bank lndonesia, Sertifikat Bank Indonesia, Sukuk Bank Indonesia, dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang belum direpokan tidak lebih dari 60,6% dari dana pihak ketiga.

Transaksi antara bank pelaksana atau bank yang meminjam bantuan likuiditas pemerintah dengan bank peserta diatur dalam suatu perjanjian antara kedua belah pihak. OJK berwenang memberikan informasi yang dibutuhkan oleh bank peserta dalam menyediakan dana penyangga likuiditas tersebut.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, Bank peserta ini nantinya akan hanya jadi perpanjangan tangan Kementerian Keuangan dalam memberikan pinjaman likuiditas ke bank-bank yang tidak punya akses ke BI. 

Baca Juga: Wacana KSSK jadikan bank Himbara sebagai penyangga likuiditas timbulkan pertanyaan

"Kemenkeu cukup menempatkan deposit di beberapa bank perantara itu. Bank yang butuh pinjaman likuditas bisa datang ke bank perantara dengan menggunakan underlying kredit yang direstrukturisasi akibat dampak Covid-19," jelasnya dalam rapat live streaming bersama Komisi XI DPR, Rabu (6/5).

Ia menambahkan, bank peserta hanya jadi channeling dana dari pemerintah dan tidak mempunyai tanggung jawab terhadap debitur yang direstrukturisasi, sehingga tidak ada risiko yang akan ditanggung.

Sementara untuk pricing pinjaman likuiditas dari bank perantara masih dalam pembahasan OJK, BI dan Kementerian Keuangan. Namun, Wimboh memastikan ratenya tidak boleh lebih rendah dari rate transaksi dengan BI agar tidak menimbulkan moral hazard. 

"Sebab jika lebih murah dari fasilitas BI, bank malah menjadi first resort, bukan jadi yang terakhir," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×