kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah anggarkan Rp 35 triliun untuk menyangga likuiditas perbankan


Selasa, 12 Mei 2020 / 12:59 WIB
Pemerintah anggarkan Rp 35 triliun untuk menyangga likuiditas perbankan
ILUSTRASI. Petugas memindahkan uang di 'cash center' Plaza Mandiri, Jakarta,


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi

Lalu bank itu juga harus memiliki SBN, Sertifikat Deposito Bank lndonesia, Sertifikat Bank Indonesia, Sukuk Bank Indonesia, dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang belum direpokan tidak lebih dari 60,6% dari dana pihak ketiga.

Transaksi antara bank pelaksana atau bank yang meminjam bantuan likuiditas pemerintah dengan bank peserta diatur dalam suatu perjanjian antara kedua belah pihak. OJK berwenang memberikan informasi yang dibutuhkan oleh bank peserta dalam menyediakan dana penyangga likuiditas tersebut.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, Bank peserta ini nantinya akan hanya jadi perpanjangan tangan Kementerian Keuangan dalam memberikan pinjaman likuiditas ke bank-bank yang tidak punya akses ke BI. 

Baca Juga: Wacana KSSK jadikan bank Himbara sebagai penyangga likuiditas timbulkan pertanyaan

"Kemenkeu cukup menempatkan deposit di beberapa bank perantara itu. Bank yang butuh pinjaman likuditas bisa datang ke bank perantara dengan menggunakan underlying kredit yang direstrukturisasi akibat dampak Covid-19," jelasnya dalam rapat live streaming bersama Komisi XI DPR, Rabu (6/5).

Ia menambahkan, bank peserta hanya jadi channeling dana dari pemerintah dan tidak mempunyai tanggung jawab terhadap debitur yang direstrukturisasi, sehingga tidak ada risiko yang akan ditanggung.

Sementara untuk pricing pinjaman likuiditas dari bank perantara masih dalam pembahasan OJK, BI dan Kementerian Keuangan. Namun, Wimboh memastikan ratenya tidak boleh lebih rendah dari rate transaksi dengan BI agar tidak menimbulkan moral hazard. 

"Sebab jika lebih murah dari fasilitas BI, bank malah menjadi first resort, bukan jadi yang terakhir," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×