Reporter: Roy Franedya |
JAKARTA. Inefisiensi perbankan menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk kalangan akademisi. Mereka berpendapat penurunan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) dan cost to income ratio (CIR) harus melibatkan pemerintah dan kesadaran perbankan agar daya serap kredit lebih besar.
Anthony Budiawan, Rektor Kwik Kian Gie Business School, mengatakan, pemerintah bisa ikut mendorong penurunan NIM lewat kebijakan fiskal, dengan memberikan pajak yang lebih rendah untuk memacu investasi. Jika investasi tumbuh, kredit perbankan akan terjaga permintaannya, sehingga rasio intermediasi atau loan to deposit ratio (LDR) tetap stabil.
Beberapa tahun lalu, imbuh dia, LDR bank terbilang rendah. Bank lalu memainkan NIM untuk mengover risiko kredit dan optimalisasi laba. "Kalau permintaan kredit tetap terjaga, bank bisa meningkatkan volume kredit sehingga pendapatan juga melonjak. Dengan volume kredit yang lebih besar, NIM bisa turun," kata dia, Selasa (20/11)
Sedangkan cara menurunkan CIR, Anthony menyarankan bank menimbang ulang semua rencana pembukaan cabang baru. Lebih murah menambah jumlah mesin anjungan tunai mandiri (ATM), ketimbang membangun kantor cabang. Untuk membuka cabang, bank mengalokasikan dana pengadaan lahan, bangunan dan tenaga kerja. Padahal ATM cukup efektif memberikan pelayanan kepada nasabah.
Untuk mengukur tingkat efisiensi, Anthony menggunakan CIR sebagai ukuran ketimbang mengacu ke beban operasional berbanding pendapatan operasional (BOPO). Sebab, NIM tinggi seharusnya meringankan BOPO. Kenyataanya tidak seperti itu. "Jika tidak dicermati dengan baik, dikira rendahnya BOPO mencerminkan efisiensi," katanya.
Hasan Zein Mahmud, anggota tim Excellence Kwik Kian Gie Business School, menambahkan, inefisiensi perbankan disebabkan beberapa hal. Antara lain, terlalu banyaknya lembaga keuangan non bank, sehingga penyaluran kredit tidak efektif. Selain itu, terlalu banyaknya tenaga divisi penunjang ketimbang tenaga di divisi pengumpulan dana dan kredit.
Cara bank berpromosi dengan menawarkan hadiah bagi deposan besar juga menciptakan pemborosan dan persaingan yang tidak sehat. "Padahal masyarakat bila diberi bunga rendah tidak akan komplain asalkan layanannya prima," kata mantan direktur utama Bursa Berjangka ini.
Catatan saja, per September 2012, NIM perbankan mencapai 5,4%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan NIM perbankan di kawasan ASEAN yang berkisar 2%-3%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News