Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perbankan nasional tahun ini akan benar-benar menghadapi tantangan serius. Minimnya permintaan kredit tahun lalu diprediksi makin menyusut akibat penyebaran virus corona.
Proyeksi pendapatan yang tergerus ini juga bakal ditambah dengan tambahan biaya akibat implementasi pernyataan standar akuntasi keuangan (PSAK) 71 yang mewajibkan pencadangan bank dibentuk sejak kredit telah menunjukan risiko. Alih-alih saat kredit telah macet sebagaimana ketentuan sebelumnya yaitu PSAK 55.
Baca Juga: Selain pemangkasan suku bunga The Fed, perlu stimulus lain untuk mendorong IHSG
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) misalnya sejak tahun lalu telah memproyeksikan hingga Rp 6 triliun sebagai tambahan pencadangan selama 2020 dalam rangka implementasi PSAK 71. Tambahan dana ini telah dialokasikan dari pengurangan laba tahun lalu.
“Dengan penambahan pencadangan tersebut, CAR (capital adequacy ratio) kami akan tergerus 50 bps-60 bps, ini relatif kecil dan tidak signifikan,” kata Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Haryn kepada KONTAN, Minggu (15/3).
Proyeksi nilai pencadangan tersebut juga diprediksi bakal meningkat akibat risiko kredit yang meninggi. Sebagai catatan, meski rasio non performing loan (NPL) perseroan tahun lalu tergolong rendah sebesar 1,3%, menurun 10 bps dibandingkan 2018 sebesar 1,4%, rasio risiko kredit BCA tercatat meningkat 10 bps dari 3,7% pada 2018 menjadi 3,8% akhir tahun lalu.
Baca Juga: Dukung reformasi industri keuangan non bank, AAJI syaratkan 4 hal ini ke OJK
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja juga mengaku jika penyebaran virus corona berdampak secara jangka panjang tentu akan menganggu kualitas kredit. Terlebih mulai kuartal II, dimana pelaku industri biasanya mulai kehabisan persediaan produksi.
“Saat ini NPL kita masih ada di kisaran 1,4%, kami akan berusaha untuk menekannya di bawah 2% hingga akhir tahun,” katanya kepada KONTAN.