kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pengamat: Di bank berlaku "size does matter"


Kamis, 24 April 2014 / 17:22 WIB
Pengamat: Di bank berlaku
ILUSTRASI. Indomie milik ICBP


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, A Tony Prasetiantono, menilai, akuisisi dan konsolidasi perbankan penting dilakukan guna mendorong efisiensi.

"Di bank itu berlaku hukum "size does matter", bank makin besar makin efisien," jelas Tony, Rabu (23/4).

Tony mencontohkan, Indonesia pernah melakukan konsolidasi perbankan, dan sukses. Bank Mandiri, salah satu contoh bank hasil merger, lalu konsolidasi 4 bank BUMN. Mereka adalah BBD, BDN, Bank Exim, serta Bapindo.

Belakangan, pemerintah berencana melakukan akuisisi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk., meski urung setelah diterbitkannya Surat Edaran (SE) Presiden Nomor 5 tahun 2014. Keputusan Presiden ini, salah satunya didasari munculnya keresahan di masyarakat.

Sebetulnya, kata Tony, melihat pengalaman Bank Mandiri, pihak-pihak yang khawatir akan akuisisi Bank BTN, tidak perlu risau. "Lha wong Mandiri saja sukses kok," sebutnya.

Malah, adanya penundaan akuisisi ini, hanya membuat pekerjaan rumah pemerintah untuk membuat bank yang besar tak segera kelar. Namun ia pun mengamini keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang ingin menjaga stabilitas pada tahun perubahan pemerintahan ini. "Saya pikir itu pilihan yang logis, saya bisa memahami dan menerimanya," kata dia.

Tony menilai, secara umum, jumlah bank di Indonesia saat ini yang berjumlah 120 bank, terlalu banyak. Menurutnya, bank-bank tadi perlu dikonsolidasi menjadi 60-70 bank.

Tony menambahkan, pemerintah yang punya 4 bank memiliki momentum untuk mengkonsolidasikannya menjadi, katakanlah, 2 bank. Sayangnya, menurut Tony, PR lama ini tidak berhasil dieksekusi Menteri BUMN sebelumnya. "Dahlan Iskan berani memecah kebekuan, namun timing memang tidak memihak kepadanya," terangnya.

Lain halnya dengan perbankan swasta. Kata Tony, konsolidasi bank swasta sulit dilakukan, meski Bank Indonesia - kini Otoritas Jasa Keuangan - sudah berusaha mendorongnya. "Karena itu pemerintah mestinya menjadi pelopor merger atau konsolidasi melalui bank BUMN yang dimilikinya," imbuh Tony. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×