kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengamat: Salah hedging, biaya bank akan besar


Rabu, 09 Oktober 2013 / 18:57 WIB
Pengamat: Salah hedging, biaya bank akan besar
ILUSTRASI. Direktur Utama YELO, Wewy Susanto


Reporter: Dea Chadiza Syafina |

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) hari ini merilis peraturan tentang transaksi lindung nilai alias hedging untuk perbankan, khususnya yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.15/8/PBI/2013, bank sentral ingin mengurangi ketergantungan pelaku ekonomi dalam hal ini nasabah bank, terhadap transaksi spot di pasar keuangan dalam memenuhi kebutuhan valuta asing (valas).

Kepala Ekonom Bank Internasional Indonesia (BII) Juniman menanggapi, efektif atau tidaknya PBI hedging valas ini akan bergantung pada keinginan masing-masing perusahaan. Sebab, kata Juniman, dalam setiap penggunaan transaksi hedging, ada biaya yang harus dibayarkan.

"Mereka (perusahaan BUMN) akan melihat view (gambaran nilai tukar rupiah terhadap dolar) juga. Kalau pandangannya salah, maka cost (biaya)-nya bisa jadi besar," kata Juniman saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (9/10).

Juniman mengungkapkan, transaksi menggunakan lindung nilai atau hedging selama ini sudah ada yang melakukan. Namun memang aturannya baru keluar sekarang. Untuk perusahaan BUMN yang akan melakukan transaksi hedging, menurut Juniman, harus ada penegakan hukum atau law enforcement, serta kerja sama antara BI dan Kementerian BUMN.

"Jika diserahkan begitu saja ke pasar, efektivitasnya bisa dipertanyakan," jelas Juniman.

Menurutnya, porsi transaksi valas BUMN di pasar spot mencapai 40%. Jika BUMN dapat melakukan hedging, maka akan buat permintaan atau demand di pasar spot menurun. Dengan begitu, fluktuasi rupiah menjadi tidak terlalu lebar dan BI jadi lebih mudah memonitor dan melakukan operasi pasar.

"Aturan hedging juga membuat manajemen likuiditas valas BUMN bisa lebih baik. Yang bikin parah pasar spot setiap hari karena permintaan BUMN," ucap Juniman.

Sesuai data Bank Indonesia (BI), nilai transaksi valas rerata harian dari Juli-September 2013 di pasar valas domestik secara berurutan mencapai US$ 2,8 miliar, US$ 2,2 miliar dan US$ 2,4 miliar. Dari total transaksi harian tersebut, transaksi spot memiliki pangsa pasar sebesar 73%, menyusul kemudian transaksi swap 21%, selanjutnya transaksi forward dan option sebesar 6%.

Banyaknya pelaku ekonomi termasuk sebagian besar perusahaan BUMN yang mencari mata uang dolar Amerika Serikat (USD) dari transaksi spot di pasar valas domestik, lantas memberi tekanan pada nilai tukar rupiah. Selama ini permintaan valas di pasar uang dalam negeri selalu lebih besar daripada suplai.

Kondisi ini membuat nilai tukar rupiah rentan melemah. Pergerakan nilai tukar semakin bergejolak saat terjadi risiko ketidakseimbangan internal dan eksternal. Sesuai data Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (JISDOR), nilai tukar Rupiah pada hari ini (9/10), kembali ditutup melemah ke level Rp 11.540/US$. Dengan pelemahan itu, nilai tukar telah melemah di atas 14% dari posisi akhir tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×