kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45902,60   -24,13   -2.60%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Wacana pengembalian pengawasan bank ke BI lebih banyak mudaratnya


Senin, 19 Oktober 2020 / 20:50 WIB
Pengamat: Wacana pengembalian pengawasan bank ke BI lebih banyak mudaratnya
ILUSTRASI. Jajaran Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan industri keuangan sepanjang satu tahun usia pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin sangat besar. Selain terpukul pandemi Covid-19, ada sejumlah kasus yang mencuat di industri ini. Imbasnya, muncul wacana untuk mengembalikan pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI). 

Pengamat menilai wacana pengembalian pengawasan tersebut lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Tidak akan ada jaminan industri keuangan tanpa masalah setelah pengawasan perbankan balik ke BI dan OJK fokus mengawasi industri keuangan non bank (IKNB) dan pasar modal. 

"Jika alasan munculnya wacana itu karena OJK dianggap gagal,  itu sama saja dengan alasan saat dulu menarik pengawasan bank dari BI ke OJK. Itu hanya akan jadi alasan yang berulang karena tidak ada jaminan nanti tanpa masalah juga," jelas Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah pada Kontan.co.id, Senin (19/10).

Baca Juga: Bankir meramal tren biaya dana bakal terus melandai

Dengan wacana pemindahan pengawasan bank itu maka akan terjadi kemunduran ke zaman sebelum adanya OJK, seperti zaman Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Menurut Piter, itu justru akan membuat biaya pengawasan akan bertambah lagi.

Kemudian, tujuan untuk melakukan pengawasan industri keuangan secara terintegrasi tidak akan berjalan. Piter menerangkan, dulu pemindahan pengawasan bank dari BI ke OJK bertujuan agar terjadi integrasi pengawasan bank, IKNB dan pasar modal. Pasalnya, banyak perusahaan IKNB dan bank yang memiliki anak usaha yang terdaftar di pasar modal. 

Piter mengakui bahwa pekerjaan rumah OJK masih sangat besar. Menurutnya, masih wajar jika lembaga tersebut banyak kekurangan karena usianya masih muda. Apalagi  juga merupakan gabungan dari tiga lembaga yang membutuhkan waktu dalam menyatukan tiga budaya yang berbeda.  

Ia melihat proses penyesuaian budaya di OJK memang belum berjalan mulus. Jika berkaca dengan proses pembentukan Bank Mandiri dulu, Piter melihat butuh waktu lama untuk melakukan penyesuaian itu dan minimal harus hilang satu generasi dulu. 

Terlepas dari semua itu, Piter memandang kinerja OJK tahun ini masih cukup baik. Langkahnya dalam menanggulangi dampak Covid-19 sangat berjalan dengan baik. Terbukti, sistem keuangan Indonesia masih stabil dan sehat yang ditunjukkan dengan indikator-indikator  yang baik di bank, IKNB maupun pasar modal.

"Memang  secara individual ada yang bermasalah, tapi secara keseluruhaan membaik. Bisa dikatakan tidak ada gejolak besar yang terjadi akibat pandemi ini," katanya.

Sementara Doddy Ariefianto, Pengamat Ekonomi-Perbankan dan Dosen Binus University menilai saat ini bukan waktu yang tepat untuk melempar wacana pemindahan pengawasan bank. Pandemi Covid merupakan tantangan yang sangat besar yang dihadapi industri keuangan sehingga diperlukan fokus yang sangat besar baik dari regulator maupun pemerintah untuk menghadapi dampaknya. 

Baca Juga: Setahun Jokowi-Ma'ruf Amin, ini menteri-menteri paling mencolok pilihan pengusaha

"Pandemi ini belum tahu kapan pastinya akan berakhir. Pemulihan terhadap dampaknya juga nanti butuh proses lama, paling cepat tahun 2022 -2033. Jadi semua pihaknya harusnya fokus ke sini dulu," imbuhnya. 

Menurut Doddy, tatanan yang sudah berjalan saat ini sebaiknya tidak diubah. Jika ada kekurangan lebih baik dilakukan perbaikan. Jika mengubah tatanan yang sudah ada maka butuh waktu lagi melakukan penyesuaian-penyesuaian.

Kalaupun kemudian ingin mengeluarkan wacana pemindahan pengawasan itu karena menilai kinerja OJK gagal maka sebaiknya dilakukan saat kondisi ekonomi sudah kembali pulih. Itupun, lanjut Doddy, harus sudah melalui proses kajian terlebih dahulu yang dilakukan oleh lembaga independen. Harus sudah ada kesimpulan dari kajian apa yang menjadi penyebab kegagalan tersebut. 

Jika hasil kajian menunjukkan bahwa kegagalan OJK tersebut terjadi karena proses implementasi kebijakan maka hal itu menurut Doddy kesalahan individual saja. Solusi untuk itu cuku dengan mengganti orangnya dengan individu yang memiliki independensi dan kemampuan yang tinggi.

"Kalaupun hasil kajiannya bahwa yang salah ada di sistemnya, maka harus diperlukan kajian lebih dalam lagi untuk melihat itu. Tidak boleh gegabah untuk menyimpulkan bahwa pengawasan harus dikembalikan ke BI," tandasnya. 

Baca Juga: Setahun Jokowi-Ma'ruf Amin, Ekonom Indef: Semua menteri bidang ekonomi layak diganti

Ia melihat kinerja OJK saat ini masih bisa diberikan nilai C, masih bisa lulus meski masih ada kekurangan. Sebab jika dibandingkan dengan kondisi yang terjadi pada tahun 1998, kegagalan yang terjadi pada industri keuangan saat ini tidak seberapa. 

Doddy mengatakan, pengawasan industri keuangan satu tahun terakhir masih banyak kekurangan. Masih banyak PR yang harus dikejarkan OJK untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Namun, menurutnya satu sistem pengawasan yang terkait dengan bisnis tidak ada yang sempurna. Pasti akan selalu ada kekurangan, bahkan di negara maju sekalipun.

Selanjutnya: Setahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, begini prospek industri keuangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×