Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Ini salah satu bukti, ekonomi kita sebetulnya belum sehat benar. Pertumbuhan kredit perbankan kita masih minus. Bank Indonesia (BI) mencatat, penyaluran kredit sepanjang Januari-Mei 2009 masih mengalami minus alias menyusut 1,1%, dibandingkan dengan penyaluran di periode yang sama 2008.
Tapi, jika kita melihat nilainya (outstanding), penyaluran kredit memang naik. "Nilai kredit per minggu ketiga Juni 2009 lebih tinggi Rp 13 triliun dibandingkan posisi di akhir Desember 2008," kata Direktur Penelitian dan Pengaturan Bank Indonesia Halim Alamsyah, Minggu (5/7).
Bagi perbankan, rendahnya pertumbuhan penyaluran kredit itu membawa banyak konsekwensi. Yang jelas, ini adalah langkah yang berhati-hati sehingga rata-rata rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan per Mei 2009 masih 17,3%. Sedangkan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) secara gross masih di bawah 5%, dan secara netto di bawah 2%.
Tapi, persoalannya, perbankan mulai kelebihan likuiditas. Dana masyarakat yang terus menumpuk belum bisa mengalir menjadi kredit.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengakui saat ini kalangan pengusaha tidak banyak menggunakan kredit perbankan karena belum berniat melakukan ekspansi bisnis. "Untuk apa ekspansi di saat seperti ini. Pasar ekspor turun, Pasar lokal tidak cukup besar," ujarnya.
Di saat bunga tinggi, pengusaha justru memilih pelunasan utang lebih cepat. Sofjan memprediksikan, kondisi ini akan terjadi sampai pemerintahan yang baru terbentuk.
Pengusaha, lanjut Sofjan menunggu pemerintahan baru dan berharap mereka bisa membuat kebijakan baru untuk mendorong investasi, baik melonggarkan aturan main atau memberikan insentif. "Baru pengusaha merespon dengan ekspansi bisnis."
Selain itu, saat ini pengusaha lebih senang menerbitkan obligasi karena bisa mendapat pendanaan dengan ongkos lebih murah dari kredit bank.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News