kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.535.000   -4.000   -0,26%
  • USD/IDR 16.145   55,00   0,34%
  • IDX 7.074   -6,71   -0,09%
  • KOMPAS100 1.051   -4,05   -0,38%
  • LQ45 822   -4,26   -0,52%
  • ISSI 212   0,04   0,02%
  • IDX30 421   -2,91   -0,69%
  • IDXHIDIV20 503   -3,58   -0,71%
  • IDX80 120   -0,49   -0,41%
  • IDXV30 125   -0,08   -0,06%
  • IDXQ30 139   -0,90   -0,64%

Jumlah BPR Makin Susut di 2024, Bakal Berlanjut di 2025?


Minggu, 05 Januari 2025 / 20:49 WIB
Jumlah BPR Makin Susut di 2024, Bakal Berlanjut di 2025?
ILUSTRASI. Petugas LPS memasang segel di pintu BPR Arfak Indonesia (Bank Arfindo) di Manokwari, Papua Barat.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Perampingan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) sepanjang tahun 2024 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), membuat jumlah bank terus menyusut. Perampingan ini disebabkan oleh aksi konsolidasi hingga dicabut izin usahanya.

Jika menarik ulur dari periode Januari sampai dengan Desember 2024, OJK telah mencabut izin usaha sebanyak 20 BPR yang juga telah melalui proses likuidasi dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Penyebab dicabutnya izin usaha bank tersebut salah satunya disebabkan oleh tata kelola manajemen yang bermasalah hingga ditemukannya kasus fraud.

Berdasarkan data statistik OJK per Oktober 2024, jumlah total BPR tercatat sebanyak 1.369 bank. Angka ini menyusut dari posisi Desember 2023 yang sebanyak 1.405 bank. 

Berdasarkan data tersebut, setidaknya jumlah BPR yang telah menyusut sebanyak 36 bank, dengan jumlah BPR yang dicabut izin usahanya sampai Oktober 2024, yakni sebanyak 15 bank. Sehingga diperkirakan jumlah BPR yang melakukan konsolidasi sebanyak 21 bank.

Baca Juga: Cermati, Ini 20 BPR dan BPRS yang Izinnya Dicabut OJK Sejak Awal 2024

Sebelumnya pada tahun lalu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menyatakan perampingan jumlah BPR baik melalui konsolidasi maupun pencabutan izin usaha bagi bank yang bermasalah, hingga nantinya diperkirakan tersisa sekitar 1.000 bank yang benar-benar sehat dan baik kinerjanya. 

Dian Ediana Rae menyatakan, pencabutan izin usaha (CIU) tersebut tidak serta merta dilakukan begitu saja, namun setelah dilakukan pengawasan pada bisnis dan manajemen BPR, sebagai mana fungsi dan tugas OJK sebagai pengawas perbankan yang senantiasa memantau realisasi rencana tindak penyehatan yang dilakukan oleh BPR/S dan PSP (pemegang saham pengendali). 

Upaya korektif seperti penambahan setoran modal, aksi korporasi hingga konsolidasi disebut Dian merupakan beberapa upaya penyehatan yang dilakukan selama masa BPR ditetapkan pada status dalam penyehatan. 

"Realisasi dari rencana tindak BPR/S dan PSP ini yang berpengaruh terhadap penetapan BPR/S dalam penyehatan dapat kembali normal atau menjadi BPR/S dalam resolusi," ungkap Dian belum lama ini.

Untuk itu OJK terus melakukan pengawasan, dimana bertujuan untuk mewujudkan industri BPR dan BPRS yang berintegritas dan terpercaya, tangguh, berdaya saing, dan memberikan kontribusi nyata terutama pada daerah atau wilayahnya.

Baca Juga: OJK Cabut Izin Usaha 10 Lembaga Keuangan Mikro Sepanjang 2024

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa juga menyebut OJK memang harus mencabut izin usaha bagi BPR yang berkinerja buruk, apabila tidak dicabut, maka akan berdampak buruk bagi masyarakat.

“Yang penting yang tersisa nanti adalah yang betul-betul baik. Jadi harusnya BPR yang lain belajar bahwa kalau manajemennya tidak jelas, pasti OJK akan menindaknya,” ungkap Purbaya. 

Purbaya juga menyatakan, regulator juga perlu memberikan pendidikan terhadap pengurus BPR/BPRS untuk meningkatkan kinerja masing-masing bank.

Di sisi lain, kinerja BPR per Oktober 2024 masih menunjukkan pertumbuhan,baik dari sisi kredit maupun sumber pendanaan dari pihak ketiga (DPK). Dalam rinciannya, industri BPR telah menyalurkan kredit sebesar Rp 147,12 triliun per Oktober 2024, meningkat 6% secara tahunan (year on year/yoy) dari posisi tahun lalu sebesar Rp 138,69 triliun.

Adapun dari sisi DPK, BPR telah menghimpun dana sebesar Rp 142,90 triliun per Oktober 2024, meningkat 5,36% yoy dibandingkan dari tahun lalu Rp 135,63 triliun

Melihat perkembangan industri BPR sepanjang tahun 2024, Ketua Umum Perbarindo (Persatuan BPR Indonesia), Tedy Alamsyah menyatakan, sampai dengan saat ini industri (BPR) melayani keuangan masyarakat tersebut dengan total nasabah baik lending atau funding sekitar 20 juta nasabah. Sebagai asosiasi, posisi Perbarindo selain berperan sebagai organisasi perjuangan industri BPR, juga sebagai mitra strategis regulator.

Tedy juga mengatakan dengan adanya road map konsolidasi BPR yang telah sudah diatur dalam POJK 7 mengenai kebijakan single presence policy, Ia menilai masih ada banyak tantangan dalam pelaksanaan konsolidasi. Mengingat tantangan yang dihadapi dalam menjalankan POJK tersebut bukan hanya pada proses merger yang semata penggabungan modal, namun juga terkait kepemilikan BPR yang dimiliki oleh pihak pemegang saham pengendali yang sama.

Baca Juga: 20 BPR Berguguran di Sepanjang 2024, Ini Penyebab dan Dampaknya ke Industri

"Tantangannya adalah terkait menggambungkan corporate culture antar BPR yang berbeda, rentang jarak kendali secara geographis satu pulau utama yang cukup jauh yang tidak alingned dengan road map BPR sebagai comunity bank, visi-misi dari bisnis BPR yang berbeda, kepemilikan saham minoritas berbeda yang ada di BPR yang akan merger dan tantangan lainnya," jelas Tedy kepada Kontan, Minggu (5/1)

Lebih jaut, Tedy menyebut pihaknya di Perbarindo terus berperan aktif dalam penguatan dan pengembangan industri melalui penguatan tata kelola dan penguatan melalui baik program sertifikasi kompentensi yang sudah beberapa tahun dan cukup lama dilakukan baik di level pengurus, pejabat eksekutif, supervisor.

Tedy berharap kepada OJK selain melakukan 3 fungsinya (mengatur, mengawasi, melindungi), sangat diperlukan juga fungsi pembinaan dan pengembangan  terhadap suistainabilty industri BPR/S karena akan ditentukan main multi factor, internal  entitas masing-masing, dan eksternal yaitu regulator seperti OJK.

"Karena kehadiran industri BPR/S sangat dibutuhkan bagi masyarakat ultra mikro, mikro, kecil yang menjadi backbone ekononomi nasional," ungkap Tedy.

Selanjutnya: Kualitas Aset Membaik, Biaya Provisi Sejumlah Perbankan Turun

Menarik Dibaca: Kejatuhan Pasar Global Terjadi, Robert Kiyosaki Minta Pegang 3 Aset Investasi Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×