Reporter: Nina Dwiantika, Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Dessy Rosalina
JAKARTA. Industri perbankan mendukung nota kesepakatan atau memorandum of understanding (MoU) antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak terkait data nasabah perbankan. Bankir juga menilai, penyampaikan data nasabah kepada Dirjen Pajak tidak akan mempengaruhi bisnis bank. Bankir hanya membuka data nasabah tertentu. Yakni, nasabah yang terkait kepentingan pengawasan regulator.
Direktur Utama Bank Mega, Kostaman Tayib, menyampaikan selama ini perbankan sudah memberikan data nasabah jika Bank Indonesia (BI) mengajukan permintaan informasi untuk keperluan penyelidikan. Misalnya, nasabah melakukan transaksi mencurigakan. "Kami sudah biasa memberikan infromasi nasabah dan nilai transaksi yang dilakukan," ucapnya, akhir pekan lalu(5/7).
Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN), Maryono, mengatakan pihaknya sepakat tentang keterbukaan informasi data nasabah. Bahkan, dia menyambut baik jika OJK dan Dirjen Pajak mengajak kerjasama BTN untuk mengidentifikasi nasabah-nasabah yang belum membayar pajak. "Tapi, kami tidak akan membuka data setiap nasabah, karena mengacu kepada undang-undang (UU) Perbankan dan aturan BI tentang kerahasiaan nasabah," tegasnya.
Direktur Utama Bank DKI, Eko Budiwiyono, menuturkan pihaknya bakal bekerja sama penuh dengan Dirjen Pajak untuk mengungkap data nasabah. Asalkan, regulator perbankan, yakni OJK atau BI, telah memberikan izin terlebih dahulu kepada bank yang bersangkutan. "Biasanya yang diminta informasi nasabah itu menyangkut orang yang dicurigai ada persoalan pajaknya. Ini tidak masalah," jelasnya.
Kompak, Ketua Ikatan Bankir Indonesia (IBI) Zulkifli Zaini, menilai bank bisa membuka data nasabah, sejauh hal tersebut dalam koridor UU Kerahasiaan Bank. Asal tahu saja, kerahasiaan nasabah diatur dalam UU No.10 tahun 1998 tentang Perbankan, pada pasal 40.
Pasal itu berbunyi : Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
Nah, pada pasal 41 ayat 1 berbunyi : untuk kepentingan perpajakan, pimpinan BI atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada para pejabat pajak. Jadi sejatinya, keterbukaan data nasabah perbankan bisa ditempuh tanpa mengganggu bisnis bank.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News