kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Penyerapan kredit infrastruktur masih rendah


Rabu, 08 Agustus 2012 / 11:09 WIB
Penyerapan kredit infrastruktur masih rendah
ILUSTRASI. Skuter listrik BMW CE-04 resmi mengaspal, intip spesifikasinya


Reporter: Roy Franedya |

JAKARTA. Perbankan menolak dijadikan kambing hitam melambatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia. Bankir berpendapat, rendahnya pembangunan infrastruktur karena faktor lain di luar bank. Sebab, bank selalu bersedia memberikan kredit ke proyek pembangunan.

Kurangnya pembangunan infrastruktur di negeri ini sempat memunculkan wacana pembentukan bank khusus infrastruktur. Bank umum dianggap tidak mampu menyalurkan pinjaman infrastruktur karena membutuhkan pendanaan jangka panjang, sementara sumber dana bank umum bersifat jangka pendek. Apalagi bunga kredit perbankan masih tinggi.

Direktur Comersial dan Business Banking Bank Mandiri, Sunarso, mengatakan selama ini komitmen perbankan cukup tinggi dalam mengucurkan kredit pada sektor infrastruktur. Alasannya, proyek infrastruktur adalah program pemerintah dan mendapatkan jaminan negara. "Memang cara paling gampang mencari alasan lambatnya pembangunan infrastruktur adalah bank padahal bank sudah memberikan limit kredit," ujarnya, Senin (7/8).

Sunarso menjelaskan, limit kredit infrastruktur sepanjang tahun 2012 mencapai Rp 59,68 triliun. Tapi hingga Juni 2012 kredit yang baru dicairkan mencapai Rp 36,25 triliun. Artinya, sebanyak Rp 23,43 triliun kredit yang sudah disetujui tetapi belum terpakai alias undisbursed loan.

Menurut dia, pembiayaan infrastruktur jangan diukur dari bank pemerintah saja, tetapi melibatkan banyak bank. "Dengan demikian kemampuan bank untuk membiayai pembangunan pelabuhan atau proyek dengan tenor 20 tahun bisa terealisasi," tambahnya.

Kepala Ekonom Bank BNI, Ryan Kiryanto, menjelaskan lambatnya pembangunan infrastruktur bukan karena perbankan. Pangkal masalahnya ada di pemerintah yang setengah hati menjalankan program ini.

Buktinya, belanja infrastruktur hanya 2,2% dari produk domestik bruto (PDB). Bandingkan dengan negara lain yang sudah mencapai 5% dari PDB.

Ketidakseriusan juga terlihat di tingkat daerah. Hampir semua pemerintah provinsi memiliki peraturan yang belum sejalan dengan undang-undang. Hal ini mengakibatkan vendor atau kontraktor belum bisa menyerap kredit yang sudah setujui. "NPL infrastruktur sebenarnya relatif rendah. Tahun 2011, NPL kredit konstruksi hanya 3,8% dan infrastruktur 2,57%. Artinya pembayaran cicilan dari kontraktor lancar," tambah Ryan.

Hingga Juni 2012, total kredit BNI (outstanding) mencapai Rp 179,44 triliun atau tumbuh 17,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dari jumlah itu, sebanyak 20% kredit BNI mengalir ke pembiayaan infrastruktur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×