Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) bank pembangunan daerah (BPD) tercatat masih tinggi.
Statistik perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukan NPL BPD per April 2018 berada di level 3,35%. Posisi ini membaik dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,67% atau meningkat 32 basis poin (bps) dalam periode satu tahun.
Namun, bila dibandingkan posisi NPL secara industri yang mencapai 2,79% per April 2018, rasio NPL BPD tersebut masih jauh lebih tinggi. Sejumlah BPD yang dihubungi Kontan.co.id, juga mengakui bahwa posisi NPL hingga pertengahan tahun 2018 masih terbilang tinggi.
Salah satunya PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (Bank Sumut) yang mencatatkan NPL jauh di atas industri yaitu mencapai 5,05% secara gross per Juni 2018.
Direktur Utama Bank Sumut Edie Rizliyanto menuturkan meski terbilang tinggi pihaknya optimistis tahun ini rasio NPL dapat ditekan hingga ke level 3,6% pada akhir tahun. "Kami selalu progresif dalam pencadangan, misalnya digambarkan dengan NPL net sekitar 1,5% di Juni," katanya kepada Kontan.co.id, Senin (9/7).
Lebih lanjut, Edie menyebut mayoritas kredit bermasalah Bank Sumut masih sama dengan industri BPD yakni berasal dari kredit produktif. Alih-alih untuk mengejar NPL di level 3,6%, Edie telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menahan laju NPL.
Salah satunya antara lain dengan melakukan restrukturisasi dan penyelesaian kredit yang dipercepat dan sesuai aturan. "Kami sudah siapkan pertumbuhan bisnis yang rasional. Target akhir tahun NPL 3,6%," imbuhnya.
Selain Bank Sumut, PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) juga mencatatkan NPL tinggi bila dibandingkan rata-rata industri BPD per Juni 2018.
Direktur Utama Bank Banten Fahmi Bagus Mahesa menjelaskan per Juni 2018 rasio NPL gross Bank Banten berada di level 5,84%, meningkat 19 basis poin (bps) dibandingkan akhir Juni 2017 yang sebesar 5,65%.
Menurut Fahmi, kenaikan NPL perseroan utamanya berasal dari penurunan kolektibiltias kredit sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). "Kami terus lakukan upaya melalui penagihan yang intensif, restrukturisasi kredit, lelang agunan baik sukarena melalui KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang)," jelasnya.
Bank bersandi emiten BEKS ini optimistis, pada akhir tahun 2018 rasio NPL akan dapat ditekan hingga ke level 5% atau menurun 0,84% dibandingkan posisi saat ini.
Pihaknya juga menuturkan, dalan kondisi tren suku bunga yang meningkat saat ini, perbankan bakal kesulitan untuk melakukan penagihan kepada debitur. "Tren kenaikan suku bunga ini bisa berdampak pada menurunnya kemampuan debitur dalam melakukan pembayaran kredit," tuturnya.
Salah satu cara yang ditempuh perseroan untuk menghindari efek kenaikan suku bunga saat ini antara lain dengan melakukan restrukturisasi kredit.
Sekadar informasi, sektor produktif masih menjadi penyumbang NPL BPD tertinggi alias 77% dari total kredit bermasalah. Bila dirinci, kredit modal kerja (KMK) BPD per April 2018 berada di posisi paling tinggi yakni 9,35%. Menurun dibandingkan posisi April 2017 yang sempat menembus 11,33%. Adapun, kredit investasi (KI) juga memiliki NPL tinggi sebesar 8,27% per April 2018 lalu, posisi ini juga turun dibandingkan April tahun sebelumnya yang mencapai 8,98%.
Sementara rasio NPL kredit konsumsi (KK) BPD jauh lebih rendah yaitu 1,09%. Posisi ini naik tipis dibanding April 2017 di level 0,96%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News