kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Perbankan ogah premi LPS ditambah


Kamis, 18 Juli 2019 / 20:08 WIB
Perbankan ogah premi LPS ditambah


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akhirnya menentukan besaran premi tambahan bertajuk Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) Sebesar 0%-0,007% dari total aset bank.

Premi PRP berfungsi sebagai kantung dana penyelamatan bagi bank sistemik ketika mengalami kolaps. Saat ini beleid berupa Peraturan Pemerintah (PP) terkait premi PRP juga tengah dibahas. Setelah terbit, perbankan masih punya waktu tenggat selama tiga tahun untuk mulai menyetor premi PRP.

“Preminya nanti akan disesuaikan dengan bracket besarnya aset bank. Intinya Premi PRP tambahan di luar premi penjaminan LPS sudah sesuai dengan UU 9/2016 tentang Pencegahan dan Penangan Krisis Sistem Keuangan,” kata Direktur Eksekutif LPS Fauzi Ichsan kepada Kontan.co.id, Kamis (18/7)

Sayangnya upaya ini ditolak oleh perbankan. Corporate Secretary PT Bank Dinar Tbk (DNAR) Efdinal Alamsyah bilang saat ini beban perbankan terhadap pungutan serupa sejatinya sudah banyak. Menurutnya, tambahan premi PRP akan bikin beban bank makin besar.

Sebagai informasi, perbankan juga telah dipungut premi reguler LPS dua kali dalam setahun dengan total 0,2% dari dana pihak ketiga (DPK) bank. Selain itu bank juga harus membayar iuran OJK tiap tahun sebesar 0,045% dari total nilai aset.

“Selama ini perbankan sudah dipungut premi oleh LPS, dan adapula iuran OJK. Tentu saja, perbankan berharap pungutan-pungutan yang sudah ada bisa menjadi sumber pendanaan program restrukturisasi perbankan,” katanya kepada Kontan.co.id.

Efdinal menambahkan, beban yang dipukul rata kepada seluruh industri perbankan ini pun tidak adil. Terutama bagi bank non sistemik yang memiliki struktur permodalan kuat, sehingga kecil kemungkinan berpotensi kolaps.

“Perhitungan premi yang hanya berdasarkan aset mungkin dianggap kurang fair oleh bank yang memiliki permodalan yang kuat dan tata kelola yang baik karena mereka lebih kecil kemungkinan terkena krisis,” lanjutnya.

Sedangkan Perwakilan manajemen sekaligus Tim Analis PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (SDRA) Rully Nova menilai penghitungan premi berdasarkan aset sangat memberatkan bagi bank.

“Sangat memberatkan, mestinya premi dihitung berdasarkan profil risiko bank bukan aset,” katanya.

Sebelumnya Direktur Manajemen Resiko PT Bank BNI Bob Tyasika Ananta sempat menyatakan, tambahan premi juga berpotensi menggerus profitabilitas bank karena menambah biaya bank.

“Kalau biaya bank semakin tinggi, konteksnya marjin akan semakin tipis. Apalagi, kalau tidak ada kenaikan bunga kredit," kata Bob.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×