Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank sistemik tengah menyusun rencana aksi (recovery plan) guna menghadapi permasalahan keuangan yang mungkin terjadi di bank sistemik.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), misalnya Senin (2/9) besok akan meminta restu dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) guna mengesahkan rencana aksi perseroan.
Kewajiban tersebut tertuang dalam POJK 14/POJK.03/2017 tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) bagi Bank Sistemik. Beleid ini turut menentukan sejumlah indikator pemicu di mana bank mesti menjalankan rencana aksi tersebut. Singkatnya, bank mesti menjalankan rencana aksi jika berpotensi gagal secara sistemik.
“Terkait permodalan, trigger adalah CAR, sedangkan terkait likuditas pemicunya adalah GWM (Giro Wajib Minimum),” kata DIrektur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo kepada Kontan.co.id pekan lalu.
Baca Juga: Meski menambah beban, bank siap bayar premi restrukturisasi perbankan
Per Juni 2019, posisi CAR perseroan sendiri masih berada di level 21,04%, jauh berada di atas ambang batas yang ditentukan OJK sebesar 8%. Sementara rasio intermediasi makrorudensial (RIM) perseroan berada di level 92,17%, masih berada di rentang 84%-94% sebagaimana batas normal yang ditentukan.
Meskipun sejatinya rasio keuangan perseroan masih baik, Haru bilang penyusunan rencana aksi tetap jadi kewajiban perseroan, karena BRI merupakan salah satu bank sistemik. Apalagi perseroan merupakan bank pemilik aset terbesar di tanah air.
Per Juni 2019, total aset BRI mencapai Rp 1.224,39 triliun, tumbuh 11,6% (yoy) dibandingkan Juni 2018 senilai Rp 1.097,36 triliun.
“Rencana aksi mesti diperbarui per tahunnya. Sedangkan dalam rencana aksi yang akan kami minta persetujuan dari pemegang saham, jika menyentuh trigger level kami akan menerbitkan subdebt, menjual entitas anak, penggunaan fasilitas pasar uang atau penjualan marketable securities,” papar Haru.
Hal serupa juga telah disiapkan oleh PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Direktur Manajemen Resiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin rencana aksi perseroan telah disetujui oleh pemegang saham dalam RUPS Maret lalu.
Baca Juga: Tambah beban biaya, bank keberatan bayar premi program restrukturisasi perbankan
“Dalam rencana aksi kami menjelaskan bagaimana kondisi bisnis kami, dan sinerginya dengan anak usaha, termasuk bagaimana interkoneksi kami ke sistem keuangan nasional,” kata Siddik kepada Kontan.co.id.
Sedangkan jika terdampak krisis, perseroan akan melakukan upaya seperti menjual bisnis, menjual anak usaha, menjual aset-aset perseroan, hingga penerbitan obligasi.
“Intinya ada sejumlah langkah penambahan modal yang bisa dilakukan saat terjadi krisis,” katanya kepada Kontan.co.id.
Sedangkan per Juni 2019, CAR bank berlogo pita emas ini mencapai 21,01%, dengan rasio RIM sebesar 96,94%. Tahun depan, CAR perseroan sendiri berpotensi tergerus hingga 150 bps.
Ini terjadi sebab Bank Mandiri perlu menambah cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) senilai Rp 12 triliun guna menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71.
Sebagai tambahan, jika rencana aksi bank tak dapat mengembalikan rasio keuangan perseroan ke tingkat toleransinya, bank akan masuk ke dalam kategori bank gagal sistemik. Dalam fase ini, bank akan dikelola oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Baca Juga: Premi restrukturisasi perbankan ditargetkan terkumpul Rp 271 triliun
LPS sendiri punya beberapa langkah dalam meresolusikan bank gagal ini. Likudiasi; penyertaan modal sementara (PMS), membentuk bank perantara (bridging bank), dan mengimplementasikan skema purchasing and agreement.
Likuidasi dilakukan dengan menjual seluruh aset bank gagal, dan kemudian menghentikan operasinya. Kemudian PMS dilakukan dengan menyertakan modal kepada bank gagal dari aset LPS.
Ada pula bank perantara dibentuk sebagai penampung aset berkualitas baik dari bank gagal, LPS akan mengoperasikan bank perantara maksimum dua tahun sebelumnya akhirnya menjualnya kepada investor.
Baca Juga: Beleid premi program restrukturisasi perbankan menunggu restu presiden Jokowi
Sedangkan purchase and assumption dilakukan dengan langsung menjual aset berkualitas bagus bank gagal kepada investor.
“Sebelumnya kami cuma pernah melakukan resolusi bank melalui PMS, dan likuidasi. Namun biayanya terlampau mahal, makanya dalam UU 9/2016 ada opsi lain yaitu melalui bridge bank, dan purchase and assumption yang relatif lebih murah,” kata Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News