Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak Juli 2019 hingga pertengahan bulan Juli 2020, Bank Indonesia (BI) telah memangkas tingkat bunga acuan BI 7-day reverse repo rate (7DRRR) sebanyak 200 basis poin (bps) menjadi 4%. Kendati demikian, hal ini sejatinya belum banyak direspon oleh perbankan, dengan tidak diikutinya penurunan suku bunga kredit.
Menurut beberapa bankir yang dihubungi Kontan.co.id, Jumat (17/7) ada beberapa pertimbangan bank tidak agresif menurunkan bunga tahun ini, kendati BI rate sudah turun berkali-kali.
Direktur Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) Ferdian Timur Satyagraha beranggapan, saat ini perbankan tengah dibebani dengan tingginya permintaan dan proses restrukturisasi kredit sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2020.
Baca Juga: Penurunan bunga kredit lambat? Begini penyebabnya menurut ekonom
Dalam praktiknya, pemberian restrukturisasi kepada debitur terdampak Covid-19 mayoritas berupa keringanan tingkat suku bunga kredit.
"Lewat restrukturisasi, salah satu kebijakannya adalah penurunan bunga (kredit) untuk menjaga repayment capacity (kemampuan membayar)," katanya.
Berkaca pada kondisi ini, menurut Ferdian apabila bank memaksa untuk menurunkan suku bunga kredit tentunya akan berpengaruh besar pada pendapatan bank atau margin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang sudah tergerus akibat perlambatan ekonomi.
Kabar baiknya, pemerintah saat ini sudah memberikan stimulus lewat penjaminan kredit, yang juga melibatkan BPD. "Bank Jatim mencoba melakukan pendekatan ke sektor UMKM baik melalui komunitas, dinas koperasi serta UMKM," terangnya.
Akan tetapi, saat ini permintaan kredit baru memang sedang sepi, dan menurunkan bunga kredit pun tidak terlalu banyak membantu. Walhasil, pihaknya memilih untuk fokus menjaga kualitas kredit, sambil menyalurkan kredit secara selektif lebih dulu ketimbang jor-joran ekspansif.