Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memproyeksikan tren akuisisi dan merger dalam industri asuransi jiwa akan terus berlanjut.
Selain sebagai respons terhadap tuntutan regulasi, langkah ini juga merupakan strategi perusahaan untuk memperkuat bisnisnya, yang pada akhirnya akan menguatkan industri asuransi nasional.
Freddy Thamrin, Ketua Bidang Literasi dan Pelindungan Konsumen AAJI, menyatakan bahwa peluang pertumbuhan bisnis asuransi di Indonesia masih sangat besar. Populasi yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang stabil menjadi faktor pendorong meningkatnya kebutuhan asuransi.
Freddy menjelaskan bahwa perusahaan asuransi perlu memperkuat fundamental bisnisnya untuk menjangkau dan melindungi lebih banyak masyarakat.
Baca Juga: AAJI Perkirakan Tren Akuisisi dan Merger di Industri Asuransi Terus Berlanjut
Salah satu strategi untuk penguatan bisnis adalah melalui akuisisi dan merger. Ia meyakini bahwa tren ini akan berlanjut sebagai upaya perusahaan untuk memenuhi ketentuan permodalan dan menyehatkan perusahaan.
"Arah dari akuisisi adalah untuk memperbesar perusahaan. Ini adalah usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan bisnis," ujar Freddy.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2023, yang menetapkan modal disetor minimum untuk perusahaan asuransi baru sebesar Rp 1 triliun dan reasuransi sebesar Rp 2 triliun.
Perusahaan yang sudah berdiri juga harus meningkatkan modal minimumnya secara bertahap hingga 31 Desember 2026. Peraturan ini juga mengelompokkan perusahaan asuransi berdasarkan modalnya ke dalam Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE) I dan II dengan batas waktu 31 Desember 2028.
Akuisisi dan merger menjadi salah satu cara bagi perusahaan untuk memenuhi ketentuan permodalan tersebut dan bersaing dengan kompetitor yang memiliki kapasitas permodalan lebih besar.
Baca Juga: AAJI Menilai Produk Unitlink Masih Prospektif
Salah satu akuisisi yang mencuri perhatian adalah yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) yang mengambil alih mayoritas saham PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia (Mandiri Inhealth).
Sebelumnya, saham Mandiri Inhealth dimiliki oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebanyak 80%, PT Kimia Farma Tbk sebanyak 10%, dan Indonesia Financial Group (IFG) sebanyak 10%.
Setelah akuisisi, IFG Life memiliki 80% saham Mandiri Inhealth dan menjadi pemegang saham pengendali, sementara 20% sisanya masih dimiliki oleh Bank Mandiri.
Freddy menekankan bahwa perusahaan asuransi akan melakukan penilaian yang cermat sebelum melakukan akuisisi atau merger dengan perusahaan lain.
Baca Juga: Investasi Asuransi Jiwa di Instrumen Saham Menurun
Optimisme Freddy didukung oleh catatan kinerja industri asuransi jiwa pada awal tahun ini. OJK mencatat bahwa premi industri asuransi jiwa pada Januari 2024 mencapai Rp 17,3 triliun, tumbuh 8,2% secara year on year (YoY) dari Januari 2023 yang sebesar Rp 16,02 triliun.
Selain itu, industri asuransi jiwa nasional mencatatkan risk-based capital (RBC) sebesar 447,68%, jauh di atas batas minimal RBC yang ditetapkan OJK sebesar 120%, menunjukkan bahwa industri ini dalam kondisi sangat sehat dan mampu memberikan perlindungan optimal kepada masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News