Reporter: Ferry Saputra | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat laba industri fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman daring (pindar) terus mengalami peningkatan sejak awal tahun ini hingga mencapai Rp 1,34 triliun per Juli 2025. Adapun pencapaian laba per Juli 2025 sudah mendekati pencapaian sepanjang 2024 yang tercatat mencapai Rp 1,65 triliun.
Mengenai hal itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memproyeksikan adanya potensi perolehan laba tahun ini bisa melampaui pencapaian pada 2024. Meskipun demikian, Ketua Umum AFPI Entjik Djafar menilai angkanya tak akan terlampau begitu besar karena adanya sejumlah tantangan yang dapat menekan perolehan laba fintech lending.
"Walaupun dapat di atas 2024, kami prediksi kenaikannya tidak terlalu besar," katanya kepada Kontan, Kamis (25/9/2025).
Entjik menyampaikan sejumlah tantangan yang dapat menekan laba fintech P2P lending, yaitu meningkatnya fenomena gagal bayar dan tuduhan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai kesepakatan bunga.
Baca Juga: Pengamat Perkirakan Laba Fintech Lending Tahun Ini Dapat Melampaui Pencapaian 2024
"Hal itu sangat mempengaruhi investor dan lender," ungkapnya.
Alhasil, apabila pendanaan yang disalurkan lewat fintech lending berkurang, dapat memengaruhi penyaluran ke penerima dana (borrower). Dengan demikian, keuntungan yang didapatkan berpotensi berkurang.
Sementara itu, fintech P2P lending PT Sahabat Mikro Fintek (Samir) menilai laba fintech lending yang meningkat itu tak terlepas dari pertumbuhan pembiayaan industri yang juga positif.
"Secara umum, kami melihat tren pertumbuhan industri fintech lending memang menunjukkan perkembangan positif hingga pertengahan 2025," ucap CEO Samir Yonathan Gautama kepada Kontan, Minggu (28/9/2025).
Baca Juga: Outstanding Pembiayaan Fintech Lending ke Luar Jawa Rp 25,42 Triliun per Juli 2025
Dari sisi perusahaan, Yonathan menyampaikan fokus Samir bukan semata-mata pada pencapaian laba, melainkan pada pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap regulasi, serta perlindungan konsumen.
Oleh karena itu, Yonathan bilang ada beberapa peluang yang akan dimaksimalkan Samir untuk meningkatkan pembiayaan hingga akhir 2025. Dia bilang peluangnya, yakni meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap akses pendanaan digital yang cepat dan aman, serta berkembangnya ekosistem kolaborasi dengan berbagai mitra strategis.
Meskipun demikian, Yonathan juga melihat adanya sejumlah tantangan yang perlu terus diantisipasi, mencakup aturan pelaksanaan dari regulasi eksisting yang dinamis dan menantang, kondisi makro ekonomi, serta aspek risiko kredit yang perlu selalu dikelola secara hati-hati.
"Kami percaya dengan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan bisnis, kepatuhan, dan perlindungan konsumen, perusahaan dapat berkontribusi positif terhadap industri, sekaligus tetap menjaga fundamental bisnis yang sehat," tuturnya.
Berdasarkan situs resmi perusahaan per 28 September 2025, Samir telah menyalurkan pendanaan sejak berdiri sebesar Rp 3,85 triliun. Adapun Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB90) sebesar 95,53%.
Senada dengan AFPI, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda memperkirakan pencapaian laba pada 2025 dapat melampaui perolehan sepanjang 2024.
Baca Juga: Terus Meningkat, Laba Fintech P2P Lending Tembus Rp 1,34 Triliun per Juli 2025
"Ketika masih ada permintaan dan ada yang berinvestasi, laba saya rasa akan tetap positif tumbuhnya. Bahkan, akan melebih laba tahun lalu," ungkapnya kepada Kontan, Kamis (25/9/2025).
Meskipun demikian, Nailul tak memungkiri bahwa terdapat beberapa tantangan yang dapat memengaruhi perolehan laba industri hingga akhir 2025, seperti isu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai dugaan kesepakatan bunga pinjaman dan fenomena gagal bayar.
Menurut Nailul, isu KPPU mengenai dugaan kesepakatan bunga tak akan berpengaruh besar. Dia bilang yang paling berpengaruh adalah fenomena gagal bayar. Sebab, hal itu bisa langsung memengaruhi minat lender, khususnya individu, untuk menyalurkan dana lewat fintech lending.
Alhasil, mau tak mau fintech lending harus berfokus pada lender perbankan dan asing agar tetap bisa menyalurkan pembiayaan kepada para borrower. Dengan demikian, keuntungan dari pembiayaan masih bisa diperoleh.
Baca Juga: 82% Masyarakat Belum Terlayani Perbankan, Fintech Lending Punya Ruang Tumbuh
"Isu gagal bayar bisa berpengaruh kepada lender. Saya rasa lender individu bisa menahan untuk menyalurkan dana via pinjaman daring, tetapi lender perbankan dan asing masih akan menjadi tumpuan," kata Nailul.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menyebut meningkatnya kinerja laba fintech lending pada tahun ini menunjukkan masih tingginya demand atau permintaan masyarakat, seiring dengan peningkatan transaksi digital.
Lebih lanjut, di tengah ketidakpastian dan tantangan ekonomi global, OJK mencermati adanya potensi risiko terkait kualitas kredit atau gagal bayar yang dapat berdampak pada laba industri.
Baca Juga: Laba Fintech Lending Melonjak Jadi Rp 1,34 Triliun per Juli 2025, Ini Kata Pengamat
Selanjutnya: Hasil Liga Inggris: Liverpool Tumbang, MU dan Chelsea Kalah, City Menang Besar
Menarik Dibaca: Tips Praktis Nutrisi Anak Gen Alpha Lewat Susu & Mikronutrien
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News