Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperketat penataan industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS).
Sepanjang 2025, regulator telah mencabut izin usaha tujuh BPR/BPRS yang dinilai gagal memenuhi ketentuan permodalan dan tidak lagi layak beroperasi.
Adapun bank-bank yang ditutup mencakup BPRS Gebu Prima, BPR Dwicahaya Nusaperkasa, BPR Disky Suryajaya, BPRS Gayo Perseroda, BPR Artha Kramat, BPR Nagajayaraya Sentrasentosa, serta BPR Bumi Pendawa Raharja.
Seluruhnya mengalami tekanan likuiditas dan permodalan sehingga tidak mampu memperbaiki kondisi keuangannya.
Baca Juga: OJK Mencabut Izin Usaha BPR Bumi Pendawa Raharja
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan pencabutan izin usaha merupakan langkah terakhir setelah pembinaan tidak berhasil mengembalikan kesehatan bank.
“Exit policy ditempuh bila bank sudah membahayakan kelangsungan usaha,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (29/12/2025).
Untuk mencegah masalah serupa, OJK semakin ketat mengawasi BPR/BPRS yang belum memenuhi modal inti minimum. Sanksi diberikan secara bertahap, mulai dari penurunan tingkat kesehatan, pembatasan ekspansi, hingga kewajiban merger atau akuisisi.
Kebijakan konsolidasi tersebut membuat jumlah pelaku industri terus menyusut. Saat ini hanya tersisa 1.468 BPR/BPRS yang beroperasi, turun 171 bank dalam lima tahun terakhir.
Baca Juga: Jumlah BPR/S Menyusut, OJK Dorong Konsolidasi Demi Ketahanan Industri
Hingga 10 Desember 2025, OJK telah menyetujui penggabungan 130 BPR/BPRS menjadi 45 entitas, serta memproses konsolidasi lanjutan atas 226 bank menjadi 79 entitas.
Meski jumlah bank menyusut, OJK mencatat bahwa kinerja industri secara agregat menunjukkan perbaikan. Dalam lima tahun terakhir, aset BPR/BPRS tumbuh lebih dari 9%, dengan bank-bank yang bertahan memiliki permodalan lebih kuat dan tata kelola lebih baik.
Namun, tantangan setiap bank masih bervariasi. Direktur Utama BPR Hasamitra, I Nyoman Supartha, menyebut pihaknya masih mencatat pertumbuhan positif di tengah persaingan yang semakin ketat.
Per September 2025, kredit BPR Hasamitra tumbuh 7,54% secara tahunan menjadi Rp 2,72 triliun, sementara laba naik 13,77% menjadi Rp 49,13 miliar.
Baca Juga: OJK Dorong Konsolidasi BPR dan BPRS, Perkuat Ketahanan dan Daya Saing Industri
“Persaingan makin ketat, terutama dari bank-bank besar dan alternatif investasi seperti obligasi,” katanya.
Di sisi lain, BPR Hariarta Sedana mencatat tekanan signifikan. Hingga September 2025, laba anjlok 193,49% secara tahunan akibat penurunan dana pihak ketiga dan aset lebih dari 30%.













