Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga periode enam bulan pertama 2025 bisa dibilang jadi ajangnya perbankan digital unjuk gigi. Pasalnya, perbankan digital bisa mencatatkan kinerja yang lebih memuaskan jika dibandingkan dengan bank-bank konvensional.
Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan laba dari bank digital yang mampu melesat dua hingga tiga digit. Kondisi berbeda terjadi di bank konvensional, terutama bank beraset besar yang labanya justru berat tumbuh dua digit, bahkan ada yang turun.
Adapun, satu hal yang menjadi pembeda antara kinerja perbankan digital dengan perbankan konvensional adalah pendapatan bunga bersih. Pasalnya, bank digital lebih mampu memanen pendapatan bunga di tengah kondisi cost of fund yang mahal.
Sebagai gambaran, PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang mencatatkan pertumbuhan pendapatan bunga bersih mencapai 64,71% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 1,16 triliun. Hal tersebut pun turut mendorong laba bersih Bank Jago melesat hingga 154,31% YoY jadi Rp 49,8 miliar.
Baca Juga: Pendapatan Bunga Bersih Tumbuh, Laba Bersih Bank Digital Melejit di Semester I 2025
Contoh lainnya, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) yang juga mencetak kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 26,74% YoY. Alhasil, laba bersih Allo Bank naik 13,2% menjadi Rp 227 miliar pada semester I-2025.
Nah, sebagai perbandingan, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mencatatkan penurunan laba bersih pada periode sama sekitar 11,5% YoY jadi Rp 26,27 triliun. Di mana, pendapatan bunga bersih bank wong cilik ini hanya naik 2,8% YoY menjadi Rp 73,2 triliun.
Hal yang hampir serupa juga terjadi di PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) karena hanya mencatatkan pertumbuhan pendapatan bunga bersih sekitar 7% YoY menjadi Rp 42,5 triliun. Untungnya, laba bersih BCA masih mampu tumbuh cukup baik mencapai 8% YoY menjadi Rp 29 triliun.
Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki mengungkapkan bahwa saat ini beberapa bank digital memang menunjukkan kinerja yang lebih baik. Dalam hal ini, ia menyoroti adanya ekosistem yang terbentuk di bank digital, seperti ARTO dengan Grup Goto dan BBHI dengan CT Corp.
Sementara itu, ia melihat bank-bank digital ini lebih diuntungkan dengan adanya produk kredit digital seperti paylater yang dijalankan oleh perbankan digital ini. Di mana, untuk mendapatkan kredit seperti paylater juga lebih mudah.
“Berbeda dengan kredit konsumer di bank konvensional yang butuh administrasi lebih lengkap,” ujar Yaki.
Di kalangan bank digital, Yaki pun lebih merekomendasikan saham PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) untuk dikoleksi. Alasannya, valuasi BBYB terbilang lebih murah dibandingkan bank digital lainnya dengan PBV di bawah 1 kali.
“Target terdekat di Rp 272, dengan target optimistis potensi ke Rp 300,” tandas Yaki.
Sementara itu, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus mengungkapkan saat ini memang menjadi momen bagi bank digital untuk membuktikan diri. Terlebih, bank digital juga diuntungkan karena tidak memiliki biaya yang besar dari sisi operasional karena konsepnya digital.
Selain itu, secara penetrasi pun, Nico melihat bank digital akan jauh lebih cepat karena mengandalkan teknologi digital dalam pemasaran. Alhasil, hal tersebut akan jauh lebih cepat menjangkau pengguna.
“Selama mereka membangun ekosistem yang mereka miliki, kami melihat valuasi akan terus mengalami kenaikan karena jantung dari bank digital tentu saja ekosistem yang mereka miliki,” ujarnya.
Nicodemus pun untuk saat ini lebih merekomendasikan saham ARTO jika ingin mengoleksi saham bank digital. Alasannya, ekosistem ARTO sudah terbentuk dengan adanya Goto Finansial yang mendukung kinerja bank.
“Sejauh ini rasanya belum ada yang seperti ARTO kalau dari sisi bank digital ya. Targetnya Rp 2.630,” ujar Nico.
Selanjutnya: Emiten Aguan CBDK Bangun Hotel Hilton Jakarta PIK2, Gelontorkan Rp 800 Miliar
Menarik Dibaca: 5 Tanaman Pembawa Sial yang Harus Disingkirkan dari Rumah, Punya Energi Negatif!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News