Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang akhir tahun pertumbuhan kredit perbankan melambat. Dari catatan Bank Indonesia pertumbuhan kredit pada Agustus 2019 cuma sebesar 8,6%, ini merupakan pertumbuhan paling rendah sepanjang 2019.
Wakil Direktur PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Herry Sidharta menilai perlambatan kredit terjadi akibat kondisi nasional yang cenderung kontraproduktif dengan pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Lesu, Bank Indonesia catat perlambatan di seluruh jenis kredit pada Agustus
“Kondisi domestik belakangan ini perlu dicermati mengingat bisa menjadi kontraproduktif terhadap pertumbuhan ekonomi di semester dua ini, padahal sesuai siklus biasanya ekonomi tumbuh lebih kencang jelang akhir tahun,” katanya kepada KONTAN, Senin (30/9).
Meski demikian, Herry menjelaskan capaian pertumbuhan kredit perseroan masih cukup mumpuni. Per Agustus 2019, bank berlogo angka 46 ini telah menyalurkan kredit senilai Rp 525,7 triliun dengan pertumbuhan 19,7% (yoy).
Pertumbuhan tersebut ditopang oleh segmen korporasi dan menengah yang tumbuh 21,4% (yoy), dan segmen individu yang mencatat pertumbuhan 9,2% (yoy).
“Kami memproyeksikan kredit BNI di kuartal 3 masih akan tumbuh dobel digit, lebih tinggi dari Industri dan peers group. Pertumbuhan akan ditopang oleh sektor manufaktur dan proyek infrastruktur yang sejalan dengan fokus pembangunan pemerintah. Sementara untuk kredit perorangan, yaitu kredit payroll dan produk griya milenial,” papar Herry.
Sementara Presiden Direktur PT Bank Mayapada Tbk (MAYA) Hariiyono Tjahrijadi menyatakan perlambatan pertumbuhan kredit pada dasarnya turut pula disebabkan melemahnya permintaan kredit dari pelaku ekonomi.
Baca Juga: Ini 8 poin perubahan PMK dalam mempercepat pembangunan infrastruktur kelistrikan
“Kondisi kami juga tak jauh beda bahwa pertumbuhan kredit berada di kisaran 9% (yoy). Perlambatan turut pula disebabkan melemahnya permintaan akan kredit dari pelaku usaha,” katanya kepada KONTAN.
Per Agustus 2019, bank milik taipan Dato Sri Tahir ini telah menyalurkan kredit senilai Rp 67,60 triliun, tumbuh 8,14% (yoy). Hingga akhir tahun pun Hariyono bilang persreoan cuma pasang target pertumbuhan kredit sebesar 9%-10%.
Ada pula Direktur PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) Efdinal Alamsyah yang menjelaskan selain faktor domestik, ketidaksatbilan ekonomi global juga ikut memengaruhi permintaan kredit nasional.
“Hari ini saya membaca Presiden Amerika Serikat Donald Trump mewacanakan untuk mendelisting perusahaan China di pasar modal Amerika. Kalau benar terjadi, ini akan menjadi babak baru perang dagang yang tentu saja berimbas kepada perekonomian nasional,” katanya kepada KONTAN.
Baca Juga: BI optimistis kredit masih tumbuh subur hingga tahun 2020
Di sisi lain, Efdinal menjelaskan perbankan nasional juga terhitung mulai berhati-hati dalam menyikapi perkembangan nasional maupun global. Alih-alih menggelontorkan kredit besar-besaran, bank-bank di tanah air dinilainya lebih selektif mengeluarkan kredit, guna menjaga kualitas.
Bagi perseroan sendiri, kondisi ini termasuk terhitung berat untuk melakukan ekspansi, khususnya di segmen perdagangan dan konstruksi. Dua segmen yang sebelumnya jadi andalan perseroan.
“Secara umum bagi kami agak berat untuk mencapai target dalam RBB tahun ini. Sampai saat ini penyaluran kredit kami juga baru mencapai 85% dari target yang kami tetapkan yang ditopang oleh segmen UKM,” lanjutnya.
Baca Juga: Walau penyaluran kredit lesu, bankir optimis ROA masih bisa naik
Bank hasil merger dengan PT Bank DInar ini sendiri pasang target cukup ambisius, hingga akhir tahun perseroan berharap bisa menyalurkan kredit hingga Rp 4,07 triliun dan menghimpun dana pihak ketiga senilai Rp 2,5 trilin.
Sedangkan per Agustus 2019, penyaluran kredit perseroan baru mencapai Rp 3,33 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News