Reporter: Ferry Saputra | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan perusahaan asuransi untuk memenuhi ketentuan ekuitas minimum pada 2026 dan 2028.
Mengenai hal itu, Pengamat Asuransi sekaligus Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI) Wahyudin Rahman mengatakan perusahaan asuransi dapat menerapkan sejumlah upaya untuk memenuhi ketentuan ekuitas minimum.
Wahyudin menerangkan upaya yang bisa dilakukan, yaitu memperkuat efisiensi dan tata kelola, serta mengoptimalkan digitalisasi proses underwriting dan klaim harus dipercepat agar biaya operasional menurun.
"Selain itu, portofolio bisnis juga perlu dioptimalkan dengan fokus pada produk yang memberi margin lebih baik. Ditambah, manajemen investasi harus dijaga agar hasilnya stabil dan mendukung permodalan," ucapnya kepada Kontan, Kamis (23/10/2025).
Baca Juga: OJK Pertimbangkan Pembatasan Pemasaran Unitlink Perusahaan Asuransi Jiwa
Intinya, Wahyudin menyebut pertumbuhan premi, cadangan teknis, dan hasil investasi harus dikelola secara seimbang agar bisa meningkatkan nilai ekuitas.
Lebih lanjut, Wahyudin tak memungkiri bahwa terdapat tantangan bagi perusahaan asuransi untuk memenuhi ketentuan ekuitas minimum. Dia bilang salah satu tantangannya, yakni ada pada ketimpangan struktur modal dan profitabilitas.
"Masih banyak pemain kecil dengan margin tipis dan ketergantungan tinggi pada reasuransi. Tekanan biaya klaim dan operasional juga tinggi, sehingga sulit menambah ekuitas secara organik," tuturnya.
Oleh karena itu, Wahyudin berpendapat opsi merger dan transfer portofolio dapat menjadi langkah rasional bagi perusahaan asuransi untuk menghadapi ketentuan ekuitas minimum. Khususnya, bagi perusahaan asuransi yang sulit memenuhi ekuitas minimum hanya lewat pertumbuhan organik atau tambahan modal pemegang saham.
"Melalui merger, perusahaan bisa memperkuat struktur permodalan, efisiensi, dan daya saing. Adapun transfer portofolio menjadi solusi bagi perusahaan yang ingin menjaga portofolionya tanpa membebani keuangan," kata Wahyudin.
Baca Juga: AAUI Beberkan Tantangan yang Dapat Pengaruhi Upaya Asuransi Umum Perkuat Permodalan
Sementara itu, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila, mengatakan terdapat sejumlah upaya yang bisa dilakukan perusahaan asuransi untuk memenuhi ekuitas minimum, berupa penambahan modal oleh pemegang saham maupun melalui konsolidasi dengan pemain lainnya.
"Konsolidasi bisa dilakukan melalui merger, akuisisi, atau transfer portofolio pada penanggung lain yang sudah memenuhi ketentuan minimum," katanya kepada Kontan, Selasa (21/10).
Asal tahu saja, OJK mewajibkan asuransi memenuhi ketentuan ekuitas minimum tahap pertama paling lambat 31 Desember 2026. Ekuitas minimum yang perlu dipenuhi asuransi konvensional sebesar Rp 250 miliar dan perusahaan asuransi syariah sebesar Rp 100 miliar.
Sementara itu, OJK juga mewajibkan perusahaan perasuransian untuk memenuhi kewajiban ekuitas minimum tahap kedua pada 2028. Untuk tahap kedua, regulator memberlakukan klasterisasi atau pengelompokan perusahaan perasuransian berdasarkan ekuitasnya paling lambat pada 31 Desember 2028.
Baca Juga: Jelang Spin Off Unit Syariah, MSIG Life Luncurkan Produk Baru
Pengelompokan perusahaan perasuransian terbagi menjadi dua, yakni Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE) 1 dan KPPE 2. Bagi perusahaan asuransi konvensional yang tergolong dalam KPPE 1, wajib punya ekuitas paling minimum Rp 500 miliar dan perusahaan asuransi syariah Rp 200 miliar.
Bagi perusahaan asuransi konvensional yang tergolong dalam KPPE 2 harus mempunyai ekuitas minimum sebesar Rp 1 triliun dan perusahaan asuransi syariah Rp 500 miliar.
Mengenai hal itu, Iwan menjelaskan ketentuan mengenai ekuitas minimum pada 2026 dan 2028 bertujuan untuk meningkatkan kapasitas industri perasuransian dalam mengelola risiko secara nasional dan meningkatkan kualitas pengelolaan risiko yang makin kompleks.
"Selain itu, ketentuan itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat melalui pemanfaatan teknologi digital, serta kepastian pembayaran klaim jika risiko yang diperjanjikan terjadi," ujar Iwan.
Selanjutnya: 6 Film Indonesia tentang Kesehatan Mental yang Wajib Ditonton
Menarik Dibaca: 6 Film Indonesia tentang Kesehatan Mental yang Wajib Ditonton
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













