Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berniat memperluas usaha perusahaan penjaminan. Dalam rancangan peraturannya, regulator keuangan non-bank ini menetapkan, lembaga penjaminan boleh menetapkan dana investasi di bank perkreditan rakyat (BPR).
Sebelumnya, menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 99 tahun 2011 tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit, pengalokasikan dana investasi ke BPR belum diatur.
Dalam beleid lama tersebut, perusahaan penjaminan hanya dapat melakukan investasi dalam bentuk deposito pada bank umum. Selain itu, boleh juga ditempatkan ke surat berharga negara baik yang konvensional maupun syariah, obligasi korporasi, saham, dan reksadana. Penyertaan langsung hanya boleh ditempatkan pada perusahaan penjamin ulang.
HM Syahrul Davi, Kepala Kelembagaan Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asipindo), mengatakan dengan dibukanya akses perusahaan penjaminan ke BPR akan meningkatkan kinerja.
Tujuan perusahaan penjaminan kini fokus menjamin kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). "Yang paling dekat dengan kalangan UMKM, ya, BPR, dengan kewenangan investasi itu tentu bisa membantu kinerja kami," ujar Syahrul, kepada KONTAN, Rabu (18/12).
Apalagi BPR menawarkan bunga deposito lebih besar. Menurut Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), bunga penjaminan di BPR mencapai 9,75%. Bandingkan dengan bank umum yang "cuma" sebesar 7,25%. Nah, dalam calon beleid bertajuk Usaha Penyelenggaraan Perusahaan Penjaminan ini, simpanan di deposito BPR harus masuk dalam nilai penjaminan LPS.
Komisi tak dibatasi
Sebaliknya, simpanan ke deposito bank umum dibatasi hanya 25% dari total dana investasi perusahaan penjaminan, dari sebelumnya 50%. Sedangkan investasi ke surat berharga boleh mencapai 50%. Porsi penempatan maksimal ke saham dan reksadana juga meningkat hingga 20%, dari sebelumnya masing-masing 10% dan 5%.
Meski begitu, Syahrul mengatakan, ada usulan dari Asipindo yang belum dikabulkan OJK. Salah satunya adalah biaya penutupan/komisi tidak dibatasi. Draf aturan itu menyebutkan, perusahaan penjaminan harus mencantumkan klausul pemberian komisi kepada agen Penjamin paling tinggi sebesar 15% dari imbal jasa penjaminan.
Syahrul berkilah, di perusahaan asuransi, komisi atau biaya penutupan tidak memiliki batasan. "Dengan tidak membatasi komisi yang dapat diterima perusahaan penjaminan, industri perusahaan penjaminan bisa tumbuh dengan lebih cepat," kata Syahrul.
Nah, dalam rancangan aturan ini juga tercantum, perusahaan penjaminan boleh menjalankan bisnis penjaminan proyek atau surety bond. Sebelumnya, Asipindo juga mengusulkan sebagai penjamin kredit UMKM prioritas dibanding perusahaan asuransi. Namun, Firdaus Djaelani, Komisioner OJK tak mau buru-buru memberi jawaban. "Kita mempelajari dulu usulan mereka," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News