Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
Nasib Bosowa
Sementara pelaporan pidana masih disiapkan oleh para pemegang saham minoritas Bank Bukopin, bakal mantan pengendali Bukopin yaitu PT Bosowa Corporindo telah lebih dulu menempuh jalur hukum via gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 24 Agustus 2020, dan gugatan TUN pada 27 Agustus 2020 lalu. Kedua gugatan diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Gugatan perdata dengan normor perkara 480/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst. diajukan karena menilai OJK tak konsekuen mengeluarkan keputusan terkait posisi Bosowa di Bank Bukopin.
Sementara Gugatan TUN dengan nomor perkara 163/G/2020/PTUN.JKT. diajukan untuk membatalkan Keputusan Dewan Komisioner OJK 64/Kdk.03/2020 tentang Hasil Penilaian Kembali PT Bososwa Corporindo sebagai pengendali Bank Bukopin.
“Kami memiliki ruang (hukum) untuk menjelaskan kedudukan kami sebagai pengendali Bank Bukopin. kami menghormati keputusan OJK, memilih cara terbaik dalam menyelesaikan masalah dengan intinya tetap menghormati dan tidak mencederai hak kewenangan pihak manapun juga,” kata Direktur Utama Bosowa Corporindo Rudyantho kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Bosowa Corporindo menggugat OJK ke PTUN terkait Bank Bukopin, ternyata ini alasannya
Asal tahu saja, Keputusan OJK tersebut membuat Bosowa mesti melepas seluruh kepemilikan sahamnya di Bank Bukopin. Bahkan Bosowa juga dilarang buat menjadi pengendali pada lembaga keuangan hingga tiga tahun mendatang.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo bilang, keputusan tersebut muncul menyusul sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh Bosowa terhadap perintah maupun ketentuan OJK.
“Hal ini sudah diatur dalam POJK 34/POJK.03/2018, kami hanya menegakan aturan saja. sebelum muncul keputusan juga kami memberi ruang untuk klarifikasi sebanyak tiga kali kalau tidak salah,” katanya.
Merujuk beleid tersebut, penilaian kembali dilakukan OJK terhadap pengendali bank akibat sejumlah tindakan langsung maupun tak langsung. Tindakan langsung misalnya berupa intervensi ke bank untuk memperkaya diri, hingga perbuatan pidana. sementara tindakan tidak langsung dapat berupa pembiaran saat bank mengalami kesulitan modal hingga tak melakukan perintah maupun arahan OJK.
Adapun Ahli Hukum Perbankan Yunus Husein bilang keputusan OJk tersebut sejatinya sudah sesuai dengan sejumlah ketentuan di UU OJK, maupun UU Perbankan. Keputusan tersebut menurut Yunus tak akan diterbitkan secara tiba-tiba.
“OJK akan meminta bank yang misalnya sudah melewati batas ketentuan NPL di atas 5%, atau CAR di bawah 8% untuk menyiapkan rencana tindakan (action plan). Jika belu dilaksanakan, maka bank bisa ditetapkan jadi bank dalam pengawasan intensif (BDPI), kemudian hingga bank dalam. Pengawasan khusus (BDPK). Jika action plan tidak diindahkan, OJK bisa memaksa (pemegang saham), sekaligus memberikan sanksi administratif,” katanya kepada Kontan.co.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News