Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Pangsa pasar bisnis jasa keuangan berbasis online atau financial technology (Fintech) di Indonesia masih terbuka lebar. Hingga saat ini perbankan Indonesia hanya bisa membiayai Rp 600 triliun hingga Rp 700 triliun per tahunnya.
Peneliti Eksekutif Senior dari Departemen Pengembangan Kebijakan Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi mengatkan, OJK terus memperluas salah satau layanan inklusi keuangan ini. Selain mempemudah masyarakat dalam mengakses layanan perbankan juga membuat masyarakat lebih mudah melakukan transaksi perbankan.
Namun, hingga saat ini kebutuhan kredit yang dibutuhkan usaha kecil menengah (UKM) sebesar Rp 1.600 triliun dengan jumlah UKM yang diberi pinjaman sebesar 10 juta-11 juta UKM.
Dari 60 juta UKM yang ada di Indonesia, terdapat 50 UKM yang belum menerima pinjaman. “Berarti kekurangan Rp 900 triliun per tahun, ini menjadi yang kekurangan sangat besar. Maka jagan heran banyak rentenir yang beri pinjaman dengan tingkat bunga sangat tinggi,” katanya saat ditemui KONTAN, Senin (6/6).
Untuk itu, saat ini OJK tengah menggodok peraturan Fintech 3.0 yang dikembangkan oleh start up yang bukan pelaku di industri jasa keuangan. Menurutnya, meski produk fintech 3.0 sudah banyak namun OJK belum merilis peraturan fintech tersebut.
“kita hati-hati melihat manfaat dan dampak terhadap konsumen, yang terakhir kita lihat stabilitas sistem keuangan dan kemungkinan lain apakah fintech 3.0 ini justru dapat mengganggu stabilitas system keuangan,” imbuhnya.
Terbaru, saat ini OJK tengah melakukan pembahasan secara internal dan mengundang para pelaku fintech di Indonesia dengan mengikuti perkembangan terkini. Menurutnya, peraturan ini membutuhkan waktu yang panjang.
“Target waktu kami belum lihat tapi saat ini masih dalam pembahasan internal. Hongkong belum punya lho aturan fintech, Singapura pun blm punya tapi membiarkan fintech itu berkembang,” ujarnya.
Sleain itu, OJK juga mengutamakan perlindungan konsumen yang dapat menguntungkan satu sama lain. OJK bakal menngkaji kemungkinan kerugian baik dari pihak debitur dan kreditur.
Di sisi lain, Fintech 2.0 merupakan layanan ada yang dikembangkan industri jasa keuangan. Dimana hal ini yang sudah diregulasi OJK sehingga industri jasa keunagan harus tunduk pada aturan perundang-undangan perbankan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News