Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Pemerintah terkait premi restrukturisasi perbankan saat ini sudah berada di tangan Presiden Joko Widodo untuk disahkan. Setelah berlaku, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menargetkan dana yang terkumpul dari pembayaran premi tersebut bisa mencapai Rp 271 triliun.
“Target dana resolusi (resolution fund) yang dikumpulkan dari Premi PRP sebesar 2% dari produk domestik bruto (PDB) nasional pada 2017,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah kepada Kontan.co.id, Rabu (31/7).
Pada 2017, PDB nasional mencapai Rp 13.587,21 triliun. Untuk menghimpun dana tersebut, industri perbankan mesti membayar premi restrukturisasi perbankan (PRP) dengan besaran 0,004% hingga 0,0007% dari total aset yang dimiliki.
Baca Juga: Beleid premi program restrukturisasi perbankan menunggu restu presiden Jokowi
Meskipun tak menjelaskan ketentuan lebih lanjut, besaran premi tersebut pun kelak akan diklasifikasikan berdasarakan rentang aset bank. Misalnya, bank dengan aset di bawah Rp 1 triliun yang termasuk Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) I dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) akan dibebani sebesar 0% alias gratis.
“Kekhawatiran bankir juga sudah turut dipertimbangkan sehingga tarf premi juga tidak akan memberatkan. Nanti pun untuk mencapai target dana tadi pembayara premi akan berlaku selama 30 tahun, dengan pembayaran yang dicicil, tidak langsung. Tapi nanti jelasnya kita tunggu regulasinya diresmikan saja ya,” kata Halim.
Baca Juga: LPS pangkas bunga penjaminan simpanan rupiah 25 bps, untuk valas tak berubah
Pungutan baru bagi bank ini merupakan turunan dari ketentuan UU 9/2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Dalam ketentuannya negara mesti membentuk dana resolusi untuk membiayai upaya penyehatan bank yang gagal secara sistemik.
Meski demikian beberapa bankir merasa keberatan atas diberlakukannya premi PRP ini. Sebab saat bank juga sudah dibebani pungutan oleh LPS dua kali dalam setahun dengan nilai 0,2% dari dana pihak ketiga (DPK) bank. Selain itu bank juga harus membayar iuran OJK tiap tahun sebesar 0,045% dari total nilai aset.
“Yang pasti biaya bank kelak akan bertambah, sehingga kami juga mesti harus lebih efisien,” kata Presiden Direktur PT Bank Mayapada Tbk (MAYA) Hariyono Tjahrijadi.
Senada, Direktur Utama PT Bank Mayora Irfanto Oiej pun menilai pungutan premi PRP juga akan menambah beban bagi bank, dan pada akhirnya bisa mengurangi profitabilitas bank.
Baca Juga: Hingga akhir tahun, potensi pemangkasan bunga simpanan masih terbuka
“Premi PRP pasti akan menambah beban bank, karena perhitungan preminya berdasar aset, bukan tanpa mempehitungkan profil resiko tiap bank yang pasti berbeda-beda. Setiap penambahan biaya pada akhirnya memang akan mengurangi marjin keuntungan bank,” katanya kepada Kontan.co.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News