Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bangkok Bank secara cukup mengejutkan berhasil meminang PT Bank Permata setelah melangkahi sejumlah pesaingnya. Via aksi akuisisi ini, pemegang saham Bank Permata yaitu PT Astra Internasional Tbk (ASII), dan Standard Chartered Bank (SCB) diperkirakan bakal meraup untung besar.
Kamis (12/12) Astra dan SCB menyepakati perjanjian jual beli 89,12% kepemilikan saham mereka di Bank Permata. Ketiganya sepakat transaksi akan dilakukan seharga 1,77x nilai buku Bank Permata dengan harga indikatif per September 2019 Rp 1.498. merujuk hal tersebut, nilai yang akan digelontorkan Bangkok Bank untuk aksi ini bisa mencapai Rp 37,43 triliun atau setara US$ 2,6 miliar.
Baca Juga: Bangkok Bank bakal masuk, ini rekomendasi saham Bank Permata (BNLI)
Sebagai catatan, nilai pasti yang akan dikeluarkan Bangkok Bank bakal disesuaikan dengan laporan keuangan terakhir sebelum penyelesaian transaksi.
Standard Chartered Bank dalam pengumumannya di Bursa London, Kamis (12/12) menyatakan dari transaksi tukar guling tersebut, pihaknya bakal meraih untung bersih US$ 0,5 miliar atau setara Rp 7 triliun. Nilai yang sama juga diperkirakan bakal diraih Astra.
Nilai tersebut berasal dari jumlah transaksi yang akan didapatkan Standard Chartered senilai US$ 1,3 miliar, dikurangi nilai aset bersihnya di Bank Permata US$ 0,8 miliar.
Sedangkan dalam keterangan resmi, baik Astra dan Standard Chartered mengaku keuntungan hasil penjualan ini bakal digunakan untuk mendukung modal masing-masing perseroan dan investasi selanjutnya.
Baca Juga: Transaksi E-Money, Brizzi, TapCash dan Flazz masih tumbuh pesat
“Transaksi ini bakal meningkatkan rasio CET (common equity tier) 1 kami 50 bps senilai US$ 0,1 miliar. Serta mengurangi RWA (Risk-weighted asset) menjadi sekitar US$ 9,5 miliar. Meski demikian nilai akhir baru akan ditentukan setelah penyelesaian transaksi,” tulis Standard Chartered.
Jika angka-angka tersebut tak berubah banyak, maka investasi Standard Chartered dan Astra bakal tercatat sangat menguntungkan.
Secara historikal, konsorsium Standard Chartered dan Astra mengempit kepemilikan di Bank Permata pada 2004, setelah memenangi tender oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk mengakuisisi 51% saham senilai Rp 1,38 triliun.
Kemudian pada 2016, konsorsium kembali menambah kepemilikan saham dengan membeli 25,9% saham Bank Permata yang dipegang PT Perusahaan Pengelola Aset senilai Rp 1,80 triliun.
Singkatnya, dengan investasi Rp 1,59 triliun yang masing-masing digelontorkan Standard Chartered dan Astra kini kembali berkali lipat hingga masing-masing dapat Rp 7 triliun.
Untung besar yang diraih pemegang saham pascajual entitas bank nasional sejatinya bukan pertama kali ini terjadi. Belum lama ini Temasek Holdings via Asia Financial juga mengeruk cuan jumbo atas aksinya melepas kepemilikan Bank Danamon kepada Mitusbishi Financial UFJ Group (MUFG).
Baca Juga: PPATK tengah mengkaji aturan wajib lapor bagi pengusaha fintech dan uang kripto
Temasek tercatat juga mendapatkan Bank Danamon dari lelang BPPN. 2003, Temasek berhasil memnangi lelang 51% saham Bank Danamon dengan mahar Rp 3,08 triliun. Perlahan kepemilikan Temasek juga terus ditingkatkan hingga akhirnya mencapai 73,83% saham Bank Danamon.
Hingga pada akhirnya pada akhir 2017, Temasek mulai melepas seluruh kepemilikan 73,83% saham Bank Danamon dengan nilai total Rp 67,2 triliun. Ini tercatat sebagai nilai akuisisi perbankan paling besar di nusantara.
Analis Artha Sekuritas Frederik Rasali menyatakan tren akuisisi perbankan nasional oleh investor global masih bakal marak ke depannya. Utamanya karena ada regulasi yang mendorong konsolidasi perbankan nasional via ketentuan single presence policy (SPP) alias kepemilikan tunggal bank.
“Tren ini akan berlanjut mengingat ketentuan SPP masih berlaku. Alih-alih mengajukan izin baru, akuisisi akan lebih efektif,” katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (13/12).
Baca Juga: Jual saham Bank Permata (BNLI), harga saham Astra (ASII) naik 4,2%.
Meski demikian, ia bilang tren dengan nilai transaksi tinggi bakal berkurang. Sebab menurutnya bank yang menarik bagi investor adalah bank yang sudah melantai di bursa dengan nilai valuasi yang kecil.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi nasional yang diperkirakan bakal bertahan di kisaran 5% dalam beberapa tahun mendatang ditambah masih besarnya marjin bunga bersih perbankan nasional juga jadi magnet untuk menarik investor global mencaplok bank nasional.
Baca Juga: Siapkan transformasi, Bank Royal minta nasabah tutup rekening
Sebagai perbandingan, Bangkok Bank yang diklaim sebagai bank terbesar di Thailand per September 2019 memiliki rasio nett interest margin (NIM) sebesar 2,35%. Sedangkan Bank Permata yang masih bercokol di kelas bank umum kegiatan usaha (BUKU) 3 punya NIM hampir dua lipat sebesar 4,23%.
“Terkait harga yang disepakati, kami cukup puas. Karena kami juga sudah melakukan uji tuntas (due diligence) saat peluang akuisisi muncul. Sudah kami analisis, dan evaluasi. Harga ini cukup bagus,” kata Presiden Direktur Bangkok Bank Chartsiri Sophonpanich menjawab pertanyaan terkait harga Bank Permata di Hotel Indonesia, Kamis (12/12).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News