Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
Secara historikal, konsorsium Standard Chartered dan Astra mengempit kepemilikan di Bank Permata pada 2004, setelah memenangi tender oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk mengakuisisi 51% saham senilai Rp 1,38 triliun.
Kemudian pada 2016, konsorsium kembali menambah kepemilikan saham dengan membeli 25,9% saham Bank Permata yang dipegang PT Perusahaan Pengelola Aset senilai Rp 1,80 triliun.
Singkatnya, dengan investasi Rp 1,59 triliun yang masing-masing digelontorkan Standard Chartered dan Astra kini kembali berkali lipat hingga masing-masing dapat Rp 7 triliun.
Untung besar yang diraih pemegang saham pascajual entitas bank nasional sejatinya bukan pertama kali ini terjadi. Belum lama ini Temasek Holdings via Asia Financial juga mengeruk cuan jumbo atas aksinya melepas kepemilikan Bank Danamon kepada Mitusbishi Financial UFJ Group (MUFG).
Baca Juga: PPATK tengah mengkaji aturan wajib lapor bagi pengusaha fintech dan uang kripto
Temasek tercatat juga mendapatkan Bank Danamon dari lelang BPPN. 2003, Temasek berhasil memnangi lelang 51% saham Bank Danamon dengan mahar Rp 3,08 triliun. Perlahan kepemilikan Temasek juga terus ditingkatkan hingga akhirnya mencapai 73,83% saham Bank Danamon.
Hingga pada akhirnya pada akhir 2017, Temasek mulai melepas seluruh kepemilikan 73,83% saham Bank Danamon dengan nilai total Rp 67,2 triliun. Ini tercatat sebagai nilai akuisisi perbankan paling besar di nusantara.
Analis Artha Sekuritas Frederik Rasali menyatakan tren akuisisi perbankan nasional oleh investor global masih bakal marak ke depannya. Utamanya karena ada regulasi yang mendorong konsolidasi perbankan nasional via ketentuan single presence policy (SPP) alias kepemilikan tunggal bank.
“Tren ini akan berlanjut mengingat ketentuan SPP masih berlaku. Alih-alih mengajukan izin baru, akuisisi akan lebih efektif,” katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (13/12).
Baca Juga: Jual saham Bank Permata (BNLI), harga saham Astra (ASII) naik 4,2%.